-->

Sejarah Perkembangan Islam pada Masa Awal

fikriamiruddin.com - Terdapat dua pendapat populer mengenai awal dimulainya sejarah Islam pada masa Nabi. Pertama, yang mengungkapkan bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi Rasul. Kedua, yang mengungkapkan bahwa sejarah Islam dimulai semenjak Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah. Namun, jika berdasar pada dimulainya perhitungan tahun hijrah, maka pilihan akan jatuh pada pendapat kedua, sebab tahun Islam dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M (Nasution, 2001).

Islam

Islam pada masa Nabi, terbagi menjadi dua, yakni masa di Makkah dan di Madinah. Ketika Nabi di Makkah, ia bersama pengikutnya selalu mendapat tekanan dari kalangan Qurays yang tidak setuju dengan ajaran yang disampaikannya. Maka Nabi kemudian mengirim sejumlah pengikutnya ke Abesinia yang beragama Kristen Koptik untuk mendapat suaka. Itulah fase Makkah yang membuat Nabi bertahan di Makkah atas dukungan keluarga.

Setelah Khadijah (istri Nabi) wafat, kepala sukunya juga wafat dan digantikan oleh orang yang tidak simpati kepadanya. Alhasil pada tahun 620 M, Nabi membuat persetujuan dengan sejumlah penduduk Yatsrib yang terkemuka agar bisa diterima di kalangan mereka. Setelah itu ia hijrah ke Yatsrib, yang pada kemudian hari Kota ini berubah nama menjadi Madinah. Umat Islam di Madinah dikelompokkan menjadi dua, yakni Muhajirin dan Anshar.

Muhajirin adalah mereka yang mengikuti Nabi untuk melakukan migrasi dari Makkah ke Madinah. Sedangkan Anshar adalah mereka yang merupakan penduduk asli Madinah yang menerima Nabi dan pengikutnya. Pada masa di Madinah inilah Nabi Muhammad mampu menerapkan gagasan al-Qur’an secara maksimal dan bahwa Islam menjadi sebuah faktor dalam sejarah.

Perpindahan Nabi dari Makkah ke Madinah merupakan sebuah langkah revolusioner, sebab hijrah tidak sekedar perpindahan tempat tinggal. Dalam tradisi Arab pra-Islam, suku merupakan nilai suci. Meninggalkan kelompok yang masih memiliki hubungan darah dan bergabung dengan kelompok lain yang tidak memiliki hubungan darah adalah suatu hal yang belum pernah terdengar. Pada prinsipnya hal itu dianggap penghinaan dan merupakan kesalahan yang tidak bisa dimaafkan begitu saja.

Baca Juga: Perbedaan Paham di Kalangan Umat Islam

Maka dengan terbentuknya komunitas umat di Madinah menjadi persoalan dalam pandangan kaum Qurays di Makkah, sebab dianggap merusak tatanan yang sudah baku, sebab komunitas itu tidak lagi terbentuk oleh hubungan darah, melainkan oleh suatu ideologi bersama, sebuah inovasi yang mengagumkan dalam masyarakat Arab pada masa itu. Tidak seorang pun dipaksa untuk mengikuti Islam, melainkan semua bisa bersatu, tidak saling menyerang, dan bahkan berjanji untuk saling melindungi.

Maka kaum Qurays di Makkah pun berusaha untuk memusnahkan komunitas umat di Madinah itu. Pada masa Nabi, segala persoalan mengenai umat Islam selalu dikembalikan kepadanya, sebagai rujukan umat Islam. Oleh karenanya, segala perselisihan yang terjadi di antara umat Islam segera bisa diselesaikan. Setelah Nabi wafat, umat Islam mulai berselisih. Perselisihan itu terjadi diawali mengenai persoalan penentuan siapa yang berhak mengganti posisi kepemimpinannya.

Ada kelompok yang mengungkapkan bahwa sebelum Nabi wafat, Nabi sudah berwasiat mengenai penggantinya. Kelompok ini disebut dengan kelompok Syi’ah. Sementara kelompok lain mengungkapkan bahwa ia tidak pernah menentukan penggantinya, sehingga mereka bermusyawarah di Tsaqifah Bani Sa’dah untuk memilih pengganti Nabi. Kelompok ini dikenal dengan kelompok Sunni.

Pada periode-periode ini, umat Islam mulai melakukan berbagai penyebaran Islam ke wilayah-wilayah luar Makkah dan Madinah. Sesuai dengan kesepakatan, maka Abu Bakar menjadi khalifah pengganti Nabi Muhammad Saw. Periode pemerintahannya yang singkat, berhasil memerangi kelompok yang ingin keluar dari komunitas muslim, yakni mereka yang enggan membayar zakat (mani’ al-zakat).

Kelompok pembelot ini menganggap bahwa perjanjian mereka dengan Nabi telah selesai semenjak Nabi Muhammad Saw wafat. Pada masa Abu Bakar ini juga berhasil dikumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf yang sebelumnya berserakan dalam berbagai tulisan. Setelah Abu Bakar wafat, Umar terpilih menjadi penerusnya. Ia pun dijuluki sebagai amir al-mukminin

Penyebaran Islam kemudian meluas ke luar jazirah Arabia, bahkan dua kerajaan besar, Persia dan Romawi telah takluk di bawah kekuasaannya. Pada usia 63, Umar bin al-Khattab wafat setelah dibunuh oleh Abu Lu’luah al-Majusi yang berasal dari persia. Pengganti Umar bin al-Khattab adalah Utsman bin Affan. Perluasan wilayah juga terus dilakukan, termasuk ke Turki, Cyprus, Afrika Utara, Asia Tengah, dan lain sebagainya.

Pada masa pemerintahan Utsman ini telah berhasil disusun al-Qur’an dalam satu bentuk bacaan yang sebelumnya memiliki banyak versi. Tujuannya adalah agar umat Islam bisa bersatu, tidak berselisih dalam membaca al-Qur’an itu. Namun, di kalangan umat Islam mulai terjadi perpecahan dikarenakan persoalan kebijakan yang dilakukan oleh Utsman dalam hal pembagian kekuasaan yang dianggap tidak merata.

Alhasil Utsman pun terbunuh di tangan pemberontak ketika ia sedang membaca al-Qur’an. Pengganti Utsman adalah Ali bin Abi Thalib. Perpecahan di kalangan umat Islam semakin tajam dengan terbaginya umat Islam menjadi dua kubu; pendukung Ali bin Abi Thalib dan pendukung Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Perang antara keduanya diatasi dengan damai yang dikenal dengan arbitrase (tahkim).

Metode damai dengan cara tahkim ini mengecewakan beberapa pendukung Ali, sehingga mereka menyatakan keluar dari barisan Ali dan berbalik menyerang mereka yang menyetujui proses tahkim dengan sebutan kafir. Kelompok ini kemudian dikenal dengan nama Khawarij. Dengan munculnya kelompok Khawarij tersebut maka umat Islam pada masa itu sudah terpecah menjadi tiga kelompok besar.

Yakni, Syi’ah yang hanya mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Nabi (tidak mengakui kepemimpinan Sahabat Abu Bakar, Umar bin al-Khattab, dan Utsman bin ‘Affan). Sunni yang meyakini bahwa pengganti Nabi adalah Abu Bakar sesuai dengan kesepakatan umat Islam, dilanjutkan oleh Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib, dan tidak mengkafirkan mereka hingga selesai kepemimpinannya.

Kemudian Khawarij, yang mengakui kepemimpinan Abu Bakar, Umar, Utsman sebelum masa akhir pemerintahannya, dan mengakui Ali hingga masa proses terjadinya tahkim (arbitrasi). Setelah masa para Khulafa’ al-Rasyidin itu, pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Umawiyah dengan khalifah pertamanya bernama Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Ia menjadikan pusat pemerintahannya di Damaskus, Syria, tempat ia menjabat sebagai Gubernur pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.

Baca Juga: Berbagai Macam Akhlak Tercela yang Perlu Diketahui

Dinasti ini mencapai titik kejayaannya pada masa al-Walid (w. 715 M). Dalam dinasti ini ada sosok religius yang cukup terkenal dalam sejarah Islam, yakni Umar bin Abd al-Aziz (w. 720 M). Ia dikenal sebagai khalifah yang adil dan bijaksana, sederhana dalam pola hidupnya, dan jauh dari kemewahan (Hasan, 1979). Kebijakannya yang kontroversial adalah mengembalikan harta kekayaan yang dimiliki keluarganya dan istrinya ke bayt al-mal.

Ia menghapus upeti yang dipungut dari ahl al-dzimmah, yang sudah masuk Islam. Ia juga menurunkan pajak yang harus dibayar oleh umat Islam, terutama kaum mawali (muslim non-Arab) yang berasal dari Persia. Kebijakan itulah yang kemudian menyebabkan banyak orang masuk Islam. Perselisihan intern yang terjadi di Dinasti ini dalam bentuk perebutan kekuasaan kemudian membawa kepada keruntuhan.

Maka kepemimpinan dalam Islam kemudian dilanjutkan oleh Dinasti Abbasiyah yang didirikan oleh Abu al-Abbas (w.754 M) dengan dukungan kaum Mawali. Dukungan dari kaum Mawali inilah yang membedakan antara Dinasti Umawiyah dan Abbasiyah, di mana Dinasti Umawiyah didukung oleh bangsa Arab, sementara Dinasti Abbasiyah didukung oleh kaum Mawali. Dinasti ini mencapai kejayaannya pada masa Harun al-Rasyid (w.809 M), yang banyak memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

Ia membangun rumah sakit, pendidikan kedokteran, farmasi dikembangkan, sehingga jumlah dokter pada masa itu mencapai 800 orang. Ia juga memperbaiki infrastruktur seperti membangun jalan raya yang menghubungkan akses ke seluruh negara yang masuk di wilayah kekuasaannya. Ia juga membangun istana dan taman kota, pemandian umum, dan berbagai macam sarana umum lainnya. Fokus utama yang menjadi ciri khas dari kejayaan Dinasti Abbasiyah ini adalah di bidang pengembangan keilmuan.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Berbagai Macam Akhlak Terpuji yang Perlu Diketahui. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Sejarah Perkembangan Islam pada Masa Awal"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel