-->

Meluruskan Punk yang Bukan Sekedar Fesyen dan Keren-kerenan Semata

fikriamiruddin.com - Sore itu, ketika hendak pulang ke rumah, saya mengamati gerombolan anak muda yang terduduk di persimpangan lampu merah. Melihat mereka lantas mengingatkan masa kecil saya yang pernah bersinggungan langsung dengan dunia semacam mereka.

Punk

Dulu ketika masih seusia sekolah, saya sangat menyukai musik-musik genre punk rock yang keras dan sarat akan perlawanan. Sehingga tak jarang saya juga ikut menonton konser-konser sampai ke luar kota.

Saat itu, saya terbiasa menghabiskan malam di terminal, stasiun, rumah sakit, atau bahkan emperan toko. Yang terlintas dalam pikiran saya waktu itu adalah bangga menjadi berbeda dan bangga melawan arus.

Lebih lanjut, ketika kuliah saya bertemu dengan kawan-kawan yang mempunyai pemikiran selaras. Dari sini kemudian saya benar-benar paham dan mengerti apa itu Punk sebagai sebuah ideologi dan gerakan perlawanan.

Lingkaran kawan-kawan saya ketika kuliah ini aktif membuat diskusi, menulis dan menggambar di media-media alternatif, serta menyablon. Selain itu, mereka juga aktif mengajar anak-anak jalanan.

Tak seperti anak Punk yang hadir belakangan ini yang sering melakukan pemalakan, ngamen secara paksa, atau bahkan membuat keributan. Anak-anak Punk yang saya kenal lebih menyibukkan diri mengajar, menulis, dan menyablon.

Sehingga dalam hal ini, bisa saya katakan terdapat dua jenis anak Punk. Yang satu bisa menyerap ajaran, ideologi, dan hal-hal yang diperjuangankan. Sedangkan yang lainnya hanya ikut-ikutan bergaya ala anak Punk.

Mungkin yang mereka tahu anak Punk adalah sekelompok anak keren, anak gaul, anak band, dan pemberani, tanpa pernah tahu sejarah dan asal-usul Punk itu sendiri. Hal ini tentu malah merusak citra Punk itu sendiri.

Baca Juga: Tips Biar Nggak Salah Pilih UKM atau Organisasi Bagi Mahasiswa Baru

Padahal, Punk dulunya merupakan alat yang digunakan memberontak oleh anak-anak kelas pekerja yang tidak puas dengan tatanan politik dan ekonomi yang dijalankan pemerintah. Selain itu, Punk juga melawan melalui musik yang bernuansa sosial, politik, dan budaya.

Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lirik lagu dan musik yang sederhana. Dalam hal ini, menjadi Punk sebenarnya tidak harus menggelandang di jalan, mabuk nggak jelas, berambut mohawk, bertato, berdandan urakan, apalagi berbuat onar.

Hal itu lantaran, Punk adalah mereka yang memiliki spirit pantang menyerah dan peka terhadap persoalan sosial yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sehingga dalam hal ini, setidaknya terdapat 5 hal yang mendasari gerakan Punk, di antaranya sebagai berikut.

Pertama, anti kemapanan. Yang dimaksud anti kemapanan dalam hal ini adalah menolak segala sesuatu yang populer, mainstream, atau dominan di masyarakat. Sehingga Punk biasanya mempertanyakan sesuatu yang dominan lalu menentangnya.

Misalnya, dominasi orang-orang kelas menengah atas yang sudah mulai masuk ke buku-buku pelajaran sekolah. Yang secara tidak langsung terjadilah praktik kekerasan simbolik di sekolah melalui buku pelajaran.

Kedua, do it yourself (DIY). Yakni memilih gaya hidup dengan mengusahakan segala sesuatu bisa dibuat atau dilakukan sendiri. Sehingga tidak langsung membeli produk instan yang biasanya memiliki harga kelewat mahal.

Misalnya, mereka biasa menjual jasa sablon kaos, membuka distro, membuka bar, warung kopi, dan bahkan studio musik. Sehingga anak Punk diharapkan bisa mandiri, berfikir out of the box, dan berani mengambil resiko.

Ketiga, counter culture. Yakni melawan sekaligus menawarkan alternatif dari budaya mainstream dan dominan. Biasanya dilakukan dengan mencuri simbol-simbol kemapanan, kemudian dimodifikasi dan diadaptasi dengan gayanya sendiri.

Misalnya, dalam bermusik, Punk biasanya memilih kunci gitar yang sederhana, berbeda dengan rock yang terkesan mewah. Dalam fesyen, Punk melawan gaya berpakaian rapi dan teratur dengan bergaya urakan serta rebel.

Keempat, kesetaraan. Dalam lingkaran anak-anak Punk, semua orang dianggap dan dipandang sama, lantaran memiliki hak dan kewajiban yang sama pula. Sehingga mereka tidak membedakan latar belakang, gender, atau strata sosial.

Misalnya, bisa dibuktikan dengan eksistensi Punk perempuan di dalam budaya masyarakat patriarki. Punk perempuan menjadi simbol bahwa perempuan tidak selamanya nomor dua dalam segala hal.

Baca Juga: Melanggar Hak Orang Lain Bisa Dimulai dari Menerobos Lampu Merah

Kelima, anarkis. Yakni paham kehidupan tanpa negara atau tanpa pemerintah. Dalam hal ini, Punk begitu kecewa dengan sistem pemerintahan yang banyak menyebabkan pengangguran, krisis moral, dan melanggengkan dominasi kelas tertentu.

Sehingga kemudian Punk meneriakkan perlawanan terhadap sistem pemerintahan yang korup, melawan ketidakadilan, dan kritis terhadap persoalan sosial serta menegakkan HAM.

Maka dari itu, Punk bukan hanya tentang mereka yang berpotongan mohawk, berpakaian serba hitam, dan bergaya urakan saja. Melainkan mereka yang pantang menyerah dan peka terhadap realitas sosial yang terjadi di sekitarnya.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Buang Sampah dari Kaca Mobil Adalah Hal Bodoh yang Dibiasakan. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Meluruskan Punk yang Bukan Sekedar Fesyen dan Keren-kerenan Semata"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel