-->

Hukum Islam pada Masa Kerajaan Islam

fikriamiruddin.com - “Jasa yang akan kita berikan kepada Tuhan kita dengan mengusir orang Moor (Islam) keluar dari negeri ini (Malaka) adalah dengan memadamkan api dari agama Muhammed, sehingga api itu tidak akan menyebar lagi sesudah itu...Saya yakin benar, jika kita rampas perdagangan Malaka ini dari mereka, maka Kairo dan Mekkah akan hancur dan Vanesia tidak akan menerima rempah-rempah lagi kecuali dari kita.”
Hukum Islam pada Masa Kerajaan Islam

Demikian suara lantang dari Alfonso d’Albuquerque, raja muda Portugis sekaligus pemegang komando penaklukan Kerajaan Malaka. Setelah penaklukan Kerajaan Malaka oleh portugis pada tahun 1511, dominasi perdagangan dunia Islam mulai memudar. Kemudian terjadilah kemunduran negara-negara Islam, termasuk kerajaan-kerajaan Islam di wilayah Nusantara.

Penaklukan kerajaan Malaka ini berpengaruh pada perjalanan hukum Islam yang telah berkembang di wilayah Nusantara. Dalam hal ini, hukum Islam berhadapan dengan hukum Barat dari Eropa.

Masa Kerajaan Islam

Akar sejarah hukum Islam di kawasan Nusantara, menurut sebagian ahli sejarah, dimulai pada abad pertama hijriyah atau pada sekitar abad ketujuh dan kedelapan masehi. Berkembangnya komunitas muslim di wilayah itu diikuti oleh berdirinya kerajaan Islam pertama di Tanah air pada abad ketiga belas. Kerajaan ini dikenal dengan nama Samudera Pasai. Ia terletak di wilayah Aceh Utara.

Mazhab hukum Islam di kerajaan ini adalah mazhab Syafi’i. Dari kerajaan Samudera Pasai, Mazhab Syafi’i tersebar ke seluruh wilayah Nusantara. Pada tahun 1400-1500 M, para pakar hukum Islam dari Malaka datang ke Samudera Pasai untuk meminta keputusan hukum Islam. Pengaruh dakwah Islam yang cepat menyebar hingga ke berbagai wilayah Nusantara menyebabkan beberapa kerajaan Islam berdiri, menyusul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai di Aceh.

Tak jauh dari Aceh, berdiri Kesultanan Malaka yang memiliki mufti terkemuka: Syekh Abdul Rauf Singkel. Selain itu, ada juga Nuruddin Arraniri yang menulis kitab “Shirathal Mustaqim”, kitab yang menjadi rujukan hukum Islam di Nusantara. Di pulau Jawa, berdiri Kesultanan Demak, Kerajaan Tuban, dan Kerajaan Giri. Ketiga kerajaan ini dibantu oleh Wali Songo dalam menegakkan hukum Islam.


Kerajaan Mataram juga mempunyai pengadilan Serambi Masjid Agung yang mengadili perkara perdata maupun pidana dengan hukum Islam. Begitu pula, Kerajaan Cirebon mempunyai penghulu di masing-masing daerah yang menegakkan hukum Islam. Di Kerajaan Banten, pengamalan hukum Islam dibimbing oleh Maulana Judah, seorang ulama yang berasal dari Jeddah.

Di luar Jawa, berdiri beberapa kerajaan Islam. Penerapan hukum Islam di Kerajaan Banjar, berjalan dengan baik, terdapat adagium yang terkenal di Kerajaan Banjar, yakni “Patih Baraja’an Dika, Andika badayan Sara” yang berarti “Saya tunduk pada perintah Tuanku, karena tuanku berhukumkan hukum Syara”. Dengan adagium ini, ada mufti dan hakim yang membimbing dan menegakkan hukum Islam, baik masalah perdata maupun pidana.

Selain itu, ada kitab kodifikasi hukum Islam yang dikenal dengan Undang-undang Sultan Adam. Di Sulawesi dan Maluku, berdiri kerajaan Gowa, Kesultanan Ternate, serta Tidore. Masing-masing kerajaan Islam ini juga mengkaji, menerapkan, dan menegakkan hukum Islam, baik aspek pidana maupun perdata. Kesultanan-kesultanan tersebut tentu saja menetapkan hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku.


Penetapan ini menguatkan pengamalannya yang memang telah berkembang di tengah masyarakat muslim pada masa itu. Fakta ini dibuktikan dengan adanya literatur-literatur studi hukum Islam yang ditulis oleh para ulama Nusantara pada sekitar abad 16 dan 17 masehi. Kondisi ini terus berlangsung hingga para pedagang Belanda datang ke kawasan Nusantara.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pengertian Taqnin dalam Hukum Islam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Hukum Islam pada Masa Kerajaan Islam"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel