-->

Penyebab Kebekuan Pemikiran Hukum Islam

fikriamiruddin.com - Terdapat tiga sebab stagnasi pemikiran hukum Islam, yakni faktor politik, campur tangan penguasa dalam kekuasaan kehakiman, dan kelemahan posisi ulama dalam menghadapi pemerintah. Madzhab berkembang karena dukungan politik. Ketika satu madzhab memperoleh kekuasaan, pemikiran yang bertentangan dengannya akan ditindas. Dengan penindasan ini, pemikiran ulama menjadi terpasung. Hingga kemudian para ulama sulit bangkit.
Penyebab Kebekuan Pemikiran Hukum Islam

Para ulama berebut menjadi qadhi yang diangkat oleh penguasa. Qadhi tidak ingin mengambil risiko berbeda pendapat dengan madzhabnya, karena ia dapat dikucilkan oleh masyarakat, dipinggirkan ulama, dan diadukan pada penguasa. Karena itu, yang paling aman adalah mengikuti pendapat para imam madzhab yang sudah dibukukan. Dalam posisi seperti ini, ijtihad ulama hanya dalam rangka memberikan legitimasi pada kebijakan penguasa.

Keengganan para ulama dalam melakukan ijtihad membuat orang-orang yang tidak kredibel menjual ijtihad di hadapan para penguasa. Tentu saja usaha ini bisa memperluas perbedaan pendapat di kalangan umat Islam. Karena itu, sebagian ulama terpaksa menutup pintu ijtihad secara mutlak dan mengharuskan untuk mengikuti (taklid) pada para imam mujtahid. Hal ini dilakukan untuk menutup sarana terjadinya kerusakan (sadd al-dzarai’) dalam legislasi hukum Islam.

Abd al-Wahhab Khallaf menyebutkan empat faktor yang menyebabkan kebekuan pemikiran hukum Islam. Pertama, terpecahnya kekuasaan Islam menjadi negara-negara kecil hingga umat disibukkan dengan eksistensi politik. Kedua, terbaginya para pakar hukum Islam tingkat mujtahid berdasarkan madrasah tempat mereka belajar. Ketiga, menyebarnya ulama yang memberi fatwa berdasarkan petunjuk penguasa (mutathaffilin). Keempat, menyebarnya penyakit akhlak, seperti hasud dan egoisme, di kalangan ulama.

Masa stagnasi bermula dari kelemahan umat Islam yang terlena atas kemenangan Islam. Dengan hidup mewah, tanpa sadar, bangsa Mongol menyerang Baghdad pada abad XIII. Serangan ini tidak saja menghancurkan lingkungan dan membunuh penduduk, namun juga menghancurkan warisan umat Islam yang paling berharga, yakni karya ilmu pengetahuan. Akibatnya, setelah peristiwa ini, ada keterputusan rantai ilmu pengetahuan di dunia Islam. Hingga kemudian Islam mengalami trauma yang berkepanjangan, hingga sulit bangkit dari keterpurukannya.

Baca Juga: Ketegangan Hukum dan Politik pada Masa Dinasti Abbasiyah

Karakteristik Masa Stagnasi

Setelah keempat imam madzhab ahlussunnah meninggal dunia, hukum Islam memasuki zaman kodifikasi (taqwin). Berbagai ilmu Islam dibukukan dan tidak disampaikan secara lisan lagi. Dampak dari doktrin taqlid tampak dalam literatur hukum. Penafsiran dan pemikiran para imam madzhab disusun dalam buku. Banyak karya yang memuat komentar atau penjelasan atas karya para imam.

Pandangan-pandangan yang berbeda disatukan dan digabungkan. Di samping itu, muncul bentuk karya ringkasan (ikhtishar) atas karya-karya tertentu. Para penulis memperlihatkan isi, bentuk, serta susunan tulisan-tulisan terdahulu. Gerakan ini di satu sisi menyimpan khazanah ilmu para ulama, namun di sisi lain menyebabkan para ulama merasa cukup dengan apa yang telah tersedia. Mereka tidak merasa perlu melakukan penelitian ulang.

Akhirnya, muncul tradisi membuat komentar (syarah) dan matan. Maksudnya untuk memudahkan pembaca dalam memahami kitab-kitab rujukan. Tidak jarang komentar (syarah) suatu kitab diberi komentar lagi. Pada masa stagnasi, umat Islam terlena dengan prestasi ulama terdahulu. Mereka memberikan penghargaan yang berlebihan terhadap ulama terdahulu. Demikian ini melahirkan kepercayaan bahwa pekerjaan menafsirkan dan mengembangkan secara mendalam sudah diselesaikan oleh ulama terdahulu.

Bagi mereka, usaha ulama terdahulu sudah berhasil mengantar syariah pada bentuk final yang sempurna. Dengan prinsip taqlid, kegiatan dalam bidang hukum terbatas pada pengembangan dan analisis mendetail terhadap hasil yang sudah ada. Menurut Ali as-Sayis, periode ini tidak melahirkan mujtahid (orang yang berupaya menggali hukum Islam) yang independen (mustaqil). Usaha para ulama ketika itu dapat diringkas pada tiga hal.

Pertama, menerima dari imam mereka berbagai hukum terhadap masalah-masalah yang telah diperkirakan sebelum peristiwanya terjadi. Dengan cara ini, mereka memiliki ‘gudang hukum’ yang amat banyak. Kedua, mengkaji pendapat-pendapat yang bertentangan dengan madzhab melalui tarjih, yakni mempertimbangkan dalil yang lebih kuat. Ada pertentangan di antara para pengutip pendapat imam (tarjih riwayah). Ada juga pertentangan di antara para imam atau antara para imam dan muridnya (tarjih dirayah).

Ketiga, mendukung dan memperkuat madzhab yang dianut. Wujud dukungan tersebut antara lain memperbanyak karya biografi para imam madzhab, membuat karya perbandingan madzhab dan menetapkan madzhabnya yang paling benar, serta mengadakan perdebatan publik demi mengalahkan lawan madzhabnya.

Pada masa stagnasi ini, berkembang tradisi diskusi madzhab (munaqasyah madzhabiyah). Para ulama madzhab Syafi’i menyerang tulisan para ulama madzhab Hanbali, atau sebaliknya. Argumentasi dikembangkan untuk membela madzhab masing-masing. Diskusi madzhab ini telah menjadi benih yang menyuburkan fanatisme madzhab. Setiap madzhab membela pahamnya dengan tidak lagi mengindahkan adab diskusi ilmiah.

Untuk mempertahankan keunggulan madzhabnya, para pengikutnya meriwayatkan mitos di sekitar para imam madzhabnya. Fatwa para imam lebih didahulukan dari ayat al-Qur’an dan al-Sunnah. Apabila diriwayatkan pada mereka hasil ijtihad para tokoh madzhab mereka atau para ahli dari aliran mereka, mereka segera mencari kepercayaan umat terhadapnya. Sebaliknya, mereka menolak pendapat dari tokoh luar madzhabnya.

Abdul Wahhab Khalaf menyatakan, bahwa pada akhir abad ke III hijriyah dan awal abad IV hijriyah telah muncul faktor-faktor yang mendorong melemahnya umat Islam dalam melakukan ijtihad. Umat Islam merasa cukup untuk mengikuti imam-imam madzhab mereka, sehingga tumbuh pemikiran yang fanatik terhadap madzhab tertentu yang diikuti. Para ulama hanya menguatkan madzhab yang diikutinya dengan menginterpretasi pendapat hukum serta mengeluarkan alasan-alasannya, sehingga pendapat hukum para mujtahid besar menjadi bagian dari sumber hukum Islam.

Di samping itu, merujuk pada sumber hukum al-Qur’an dilakukan hanya sekedar untuk menguatkan madzhab. Fanatisme madzhab bukan saja telah menghambat pemikiran, menghancurkan otak-otak cemerlang, namun juga menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Secara historis, telah terjadi beberapa kali, mereka saling mengkafirkan yang kemudian memuncak pada peperangan antar sesama umat Islam.

Baca Juga: Skripturalis Versus Rasionalis

Kekuatan kreatif yurisprudensi hukum Islam menjadi habis dengan adanya doktrin ‘tertutupnya pintu ijtihad’. Hak ijtihad (upaya penggalian hukum Islam) digantikan dengan kewajiban taqlid (meniru). Setiap ulama pun menjadi muqallid (peniru atau pengekor) yang menerima dan mengikuti pemikiran para pendahulu mereka. Ide penutupan pintu ijtihad tidak diterima seluruh ulama pada masa itu.

Menurut mereka, kebijakan larangan ijtihad bagi orang yang ahli dalam ijtihad sama sekali tidak bersandar pada dalil. Demikian ini berarti melarang akal sehat untuk berpikir. Larangan tersebut juga menghalangi pemikiran baru yang diperkenankan Islam untuk memberi manfaat pada agama. Di antara ulama yang mengemukakan penolakan atas isu ditutupnya pintu ijtihad adalah Imam Izz al-Din Ibn Abd al-Salam (w. 660 H), Imam as-Suyuti (w. 911 H), dan Imam asy-Syaukani (w. 1255 H).

Menjelang abad XIV, muncul berbagai teks hukum yang memperoleh reputasi khusus di beberapa madzhab dan di sebagian daerah Islam. Teks-teks ini bertahan dengan otoritasnya sebagai ungkapan hukum Islam sampai datangnya modernisme hukum pada abad ini.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Integrasi Hukum dan Politik pada Masa Dinasti Abbasiyah. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Penyebab Kebekuan Pemikiran Hukum Islam"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel