-->

Budaya Politik Indonesia


Gambar : apapengertianahli.com
fikriamiruddin.com - Masalah budaya politik di Indonesia masih tetap merupakan sebuah topik kajian yang sangat menarik, sekalipun kajian tersebut akhir-akhir ini kurang lagi mendapat minat kalangan ilmuwan politik Indonesia. Hal itu terjadi karena Pertama, penjelasan yang bersifat kultural dalam memahami politik Indonesia kurang representatif bila dibandingkan dengan penjelasan yang bersifat lain. Kedua, ketika memasuki dekade 80-an, kalangan ilmuwan politik sudah dihadapkan pada penjelasan yang bersifat alternatif, yang dianggap lebih representatif dengan tingkat generalisasi yang tinggi. Ketiga, belum lagi terselesaikan perdebatan tentang model penjelasan mana yang lebih baik untuk menjelaskan politik Indonesia, apakah model penjelasan yang bersifat kultural atau struktural, sekarang kita dihadapkan kepada kenyataan munculnya sebuah model analisis yang dapat dikatakan juga sebagai alternatif, yaitu analisis yang lebih memperhatikan peranan state, yang kemudian dihadapkan dengan masyarakat atau civil society.

Konsep budaya politik baru muncul dan mewarnai wacana ilmu politik pada akhir Perang Dunia II, sebagai dampak perkembangan politik Amerika Serikat. Sebagaimana diungkapkan oleh banyak kalangan ilmuwan politik, setelah PD II selesai, di Amerika Serikat terjadi apa yang disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai Behavioral revolution, atau ada juga yang menamakannya dengan Behavioralism. Terjadinya Behavioral revolution dalam ilmu politik adalah sebagai dampak dari semakin menguatnya tradisi atau madzhab positivism, sebuah paham yang percaya bahwa ilmu sosial mampu memberikan penjelasan akan segala gejala sosial seperti halnya ilmu-ilmu alam memberikan penjelasan terhadap gejala-gejala alam, dalam ilmu sosial, termasuk ilmu politik. 

Paham ini sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh besar Sosiologi, seperti Herbert Spencer, Auguste Comte, juga Emile Durkheim. Paham positivisme merupakan pendapat yang sangat kuat di Amerika Serikat semenjak Charles E. Merriam mempeloporinya di Universitas Chicago, yang kemudian dikenal sebagai The Chicago school atau madzhab Chicago, yang memulai pendekatan baru dalam ilmu politik (Somit and Tannenhaus, 1967; Almond and Verba, 1963; Almond, 1990). Budaya politik, kata Almond dan Verba, merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan dalam sebuah sistem politik. Budaya politik tidak lain daripada orientasi psikologis terhadap objek sosial, dalam hal ini sistem politik kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam bentuk orientasi yang bersifat cognitive, affective, dan evaluative.

Budaya Politik Indonesia
- Hierarki yang tegar
Sebenarnya sangat sulit untuk melakukan identifikasi budaya politik Indonesia, karena atributnya tidak jelas. Akan tetapi satu hal yang barangkali dapat dijadikan titik tolak untuk membicarakan masalah ini adalah adanya sebuah pola budaya yang dominan, yang berasal dari kelompok etnis yang dominan pula, yaitu kelompok etnis Jawa. Etnis ini sangat mewarnai sikap, perilaku, dan orientasi politik kalangan elite politik di Indonesia. Oleh karena itu, ketika Claire Holt, Benendict Anderson, dan James Siegel menulis Political Culture in Indonesian, pembicaraan awal yang dikemukakan adalah menyangkut konsep kekuasaan dalam masyarakat Jawa. Menurut analisis Anderson, konsep tentang kekuasaan dalam masyarakat Jawa berbeda sekali dengan apa yang dipahami oleh masyarakat barat. Karena, bagi masyarakat Jawa, kekuasaan itu pada dasarnya bersifat konkret, besarannya konstan, sumbernya homogen, dan tidak berkaitan dengan persoalan legitimasi. Hal ini berbeda dengan masyarakat Barat, di mana kekuasaan itu bersifat abstrak dan berasal dari berbagai macam sumber, seperti uang, harta kekayaan, fisik, kedudukan, asal-usul, dan lain sebagainya. Karena kekuasaan itu berasal dari sumber yang satu, maka sifatnya konstan. Dan selama sumber kekuasaan itu tetap memberikan kekuasan, maka kekuasaan seorang penguasa akan tetap legitimate dan tidak perlu dipersoalkan.

- Kecenderungan Patronage
Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangan penguasa maupun masyarakat, yang didasarkan atas patronage. Atau, oleh James Scott (1976) disebut sebagai pola hubungan patron-client. Pola hubungan dalam konteks ini bersifat individual. Anatar dua individu, yaitu si Patron dan si Client, terjadi karena interaksi yang bersifat resiprokal atau timbal-balik dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Si patron memiliki sumber daya yang berupa kekuasaan, kedudukan, atau jabatan, perlindungan, perhatian, dan rasa sayang, dan tidak jarang pula sumber daya yang berupa materi (harta kekayaan, tanah garapan, dan uang). Sementara, Client memiliki sumber daya berupa tenaga, dukungan, dan loyalitas.

- Kecenderungan Neo-Patrimonialistik
Salah satu kecenderungan yang dapat kita amati dalam perpolitikan Indonesia adalah sebuah kecenderungan akan munculnya budaya politik yang bersifat Neo-patrimonialistik. Harold Crouch (1979) telah mengungkapkanya. Menurut hemat saya, apa yang dikemukakan Crouch masih relevan untuk kehidupan politik Indonesia sekarang ini. Dikatakan sebagai neo-patrimonialistik, karena Negara memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik, seperti birokrasi. Tetapi juga memperlihatkan atribut yang bersifat patrimodialistik. Konsep patrimodialisme yang dikembangkan oleh Max Weber (1968), dalam Negara yang patrimonialistik, penyelenggara pemerintahan dan kekuatan militer berada di bawah kontrol langsung pimpinan Negara, yang mempersepsikan segala sesuatunya mempribadi. Pada masa lampau, di Eropa, dukungan terhadap penguasa yang patrimonialistik diperoleh bukan dari kalngan aristokrasi, tetapi berasal dari kalangan budak dan tentara bayaran, yang secara langsung dikuasai sepenuhnya oleh penguasa. Hal itu dapat terjadi karena tidak adanya sistem ekonomi yang kapitalistik, kata Max Weber.

2 Responses to "Budaya Politik Indonesia"

  1. Ilmu politiknya yg cakep dan renyah.

    Sangat pas bila mas membuat dan kedepan hari membuat blog topic politik secara luas dalam mendalan..

    Sangat bagus isinya.

    Lanjutkan terus ya..

    Atau juga jadikan blog ini untuk membahas ilmu politik dari sudut pandangmu dalam jangka lama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mas :)
      Semoga saja bisa lebih konsisten lagi dalam mengelola blog..
      sekali lagi terimakasih atas masukannya,sangat membantu :)

      Hapus

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel