-->

Realitas Teori Sosial Pada Proses Pembelajaran

        


fikriamiruddin.com - Langsung saja penulis analisis mulai ketika Dosen datang dan masuk kelas, kelas yang semula ramai dan bising seketika menjadi sunyi dan damai. Hal ini menunjukan bahwa sebut saja si pemilik simbolik modal “Dosen” menggunakan kekuatannya, dan berhadapan dengan agen sebut saja “Mahasiswa” yang memiliki kekuatan yang lebih lemah, dan karena itu Mahasiswa berusaha mengubah tindakan-tindakannya. Maka hal ini menunjukan terjadinya kekerasan simbolik ( symbolic violence). 

Ketika Dosen mulai masuk ke kelas terlihat si Dosen membawa makanan cepat saji, membawa gadget mahal, seperti laptop dan jam tangan yang dibawa bermerk terkenal. Sehingga membuat mahasiswa bingung dan bertanya-tanya sehingga merasa dibawah kelas dari seorang dosen. Simbol-simbol seperti ini menyampaikan pesan bahwa Dosen menempatkan diri sebagai orang kelas atas dan memegang kekuasaan atau peran penting dalam struktur kelas. Sehingga rasa minder telah berhasil memaksa mahasiswa secara efektif, ketimbang yang dapat dilakukan oleh teguran atau nasehat eksplisit dari Dosen. Kekuasaan simbolik dan pemaknaan sistem sebagai sesuatu yang sah ( legitimate). Maka, menimbulkan Mahasiswa sering merasa minder dan hormat yang berlebih terhadap Dosen sebagai pemegang kekuasaan dalam struktur kelas tersebut. 

Melihat kekerasan simbolik yang dilakukan Dosen sebagai sesuatu yang sah, Mahasiswa ikut terlibat dalam ketundukannya (subordination) sendiri. Perasaan minder dan hormat telah memaksa Mahasiswa secara efektif. Kekerasan simbolik pada dasarnya adalah pemaksaan kategori-kategori pemikiran terhadap agen-agen sosial terdominasi (Mahasiswa), yang menganggap tatanan sosial itu sebagai sesuatu yang adil. Ini merupakan penggabungan struktur tak sadar yang cenderung mengulang struktur-struktur tindakan dari pihak yang dominan (Dosen). Mahasiswa kemudian memandang posisi Dosen ini sebagai yang benar. Kekerasan simbolik dalam arti tertentu jauh lebih kuat daripada kekerasan fisik, karena kekerasan simbolik melekat dalam setiap bentuk tindakan dan struktur kognisi individual, dan memaksakan legitimasi dalam hal tatanan kelas. 

Selanjutnya langsung saja memasuki tahap Game, mula-mula pada game ini Dosen memberikan instruksi dan mulai membagi menjadi beberapa kelompok, selanjutnya Dosen memberikan instruksi menyuruh perwakilan kelompok mendelegasikan 1 orang untuk ditugaskan sebagai pengamat. Setelah selesai Dosen membacakan atauran main dan selanjutnya membagikan potongan kertas. Dalam pembagian potongan kertas ini Mahasiswa mengambil 5 lembar potongan kertas didalam kantong plastik dengan keadaan tidak melihat dan tidak boleh menukarnya kembali. Dalam hal ini yang terjadi untuk pengambilan potongan kertas sudah banyak Mahasiswa yang melanggar dan tidak tertib (tidak mentaati peraturan), hal ini menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat yang terjadi sebenarnya disana sama halnya yang terjadi dikelas. 

Selanjutnya setelah semua mahasiswa memegang masing-masing 5 potongan kertas yang warna-warni ada merah, putih, hijau, oren, dan seterusnya. Setelah itu masuk pada rule yang cukup mengagetkan dan tidak terduga karena potongan kertas warna-warni tersebut adalah uang dan memiliki nilai yang berbeda-beda disesuaikan dengan warna potongan kertas. Disini terjadi proses konstruksi sosial dalam interaksi di kelas, dan uang sebagai realitas yang diciptakan. Selanjutnya mahasiswa melakukan eksternalisasi yaitu dengan menghitung keseluruhan jumlah uang yang mereka terima. Kemudian menuliskan dipapan sebagai bentuk eksistensi mereka dalam suatu tatanan sosial. Setelah mahasiswa menuliskan jumlah uang yang mereka terima maka terbentuklah kelas sosial dalam Game tersebut, mahasiswa yang memiliki uang dengan jumlah 1200 ( kelas atas) dollar keatas mempunyai kesempatan duduk dikursi yang disediakan didalam kelas bagian depan dengan sejajar Dosen. 

Kemudian mahasiswa yang mempunyai uang dibawah 1200 tapi diatas 500 dollar duduk dikursi (kelas menengah), yang tempatnya tidak sejajar dengan Dosen tapi berada dikelas bagian samping. Kemudian mahasiswa yang mempunyai jumlah uang dibawah 500 dollar (kelas bawah) harus rela duduk dilantai beralaskan ubin yang kotor dan hawa panas lantaran berdempetan satu sama lain. Kemudian selanjutnya Dosen memberikan subsidi kepada kelompok mahasiswa kelas menengah dan kelas bawah. Disini  terlihat bagaimana mahasiswa memasuki proses objektivikasi mereka dengan subsidi yang diberikan Dosen kepada mahasiswa harus menghadapi realitas objektif berupa uang yang berada diluar dan berlainan dari mahasiswa yang menghasilkan pembentukan kelompok tadi melalui perhitungan uang yang mereka terima. Kemudian masuklah mahasiswa pada proses internalisasi yang merupakan penyerapan kembali proses objektif dalam kesadaran sedemikian rupa, sehingga subjektif individu dalam hal ini mahasiswa dipengaruhi oleh struktur kelas yang terjadi.

Selanjutnya mahasiswa berlomba-lomba membagi uang hasil subsidi yang diberikan agar bisa naik kelas atas dan kelas bawah naik 1 orang ke kelas atas dan lobi-lobi yang disarankan oleh Dosen. Namun, langsung memagarinya dengan punishmen and reward yang menghasilkan 1 orang dari kelas bawah untuk naik ke kelas menengah. Yang terlihat aneh itu ketika mahasiswa kelas menengah yang naik ketuanya yang memperoleh subsidi tadi, sedangakan yang kelas bawah adalah anggota dari kelompok bukan ketuanya yang membagikan subsidi. Dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan dan cara berperilaku mahasiswa kelas menengah dan kelas bawah. 

Untuk selanjutnya Game yang terjadi di kelas ini akan penulis hubungkan dengan keadaan yang sebenarnya didalam kehidupan masyarakat. Bahwa didalam masyarakat terjadi teori kelas atau pembeda. Dalam hal ini kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada pembeda hierarkis atau stratifikasi antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat. Kehidupan individu dan masyarakat kita didasarkan pada asas ekonomi. Antara lain ini berarti bahwa institusi-institusi politik, pendidikan, agama, ilmu pengetahuan, seni, keluarga, dan sebagainya. Bergantung pada tersedianya sumber-sumber ekonomi untuk kelangsungan hidup, juga berarti bahwa institusi-institusi ini tidak dapat berkembang dalam cara-cara yang bertentangan dengan tuntutan ekonomi. 

Bagi Marx, kunci untuk memahami kenyataan sosial tidak ditemukan dalam ide-ide abstrak. Marx menemukan inti masyarakat pemilik modal (kelas atas) di dalam komoditas. Suatu masyarakat didominasi oleh objek-objek nilai utamanya adalah pertukaran yang memperoduksi kategori-kategori masyarakat tertentu. Dua tipe utama yang menjadi perhatian Marx adalah kaum pemilik modal (borjuis) dan kaum buruh (proletar). Mungkin seperti ini yang bisa dipaparkan karena masih terbentur kurangnya pemahaman terhadap tatanan kelas (Game) yang terjadi. Terimakasih…

0 Response to "Realitas Teori Sosial Pada Proses Pembelajaran"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel