-->

Pandangan tentang Perbuatan Tuhan dan Manusia dalam Teologi Islam

fikriamiruddin.com - Terdapat dua golongan besar dalam memahami perbuatan manusia, yakni Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melaksanakan perbuatannya secara bebas. Golongan Jabariyah berpendapat Allah mengetahui segala sesuatu, ilmu-Nya meliputi apa yang akan terjadi pada seseorang, baik atau buruk. Hal itu memberi kepastian bahwa manusia hanya bisa berbuat sesuai dengan pengetahuannya.

Teologi Islam

Paham Jabariyah memandang manusia tidak merdeka dan mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Penyebar ajaran ini, Jahm bin Safwan, memandang manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Ia tidak mempunyai daya, kekuasaan, kemauan dan pilihan. Allah pencipta tindakannya, seperti halnya perbuatan pahala dan siksaan adalah paksaan. Apabila demikian, maka kewajiban juga paksaan (jabr).

Dalam hal ini, Ahmad Amin mengungkapkan bahwa manusia tak ubahnya bulu burung yang ditiup angin. Bulu itu bergerak atau diam ditentukan oleh ada atau tidak adanya angin. Paham ini kemudian dikenal dengan nama Jabariyah-Jahmiyah. Lain halnya dengan Jabariyah-Najjariyah yang berpendapat bahwa perbuatan manusia baik atau buruk ciptaan Allah. Manusia mempunyai andil dalam mewujudkan perbuatan itu.

Daya diciptakan Allah dalam diri manusia mempunyai efektifitas dalam mewujudkan perbuatannya. Daya itu dinamakan kasb. Paham Jabariyah ini dalam Islam berkelanjutan pada aliran al-Asy’ariyah. Paham ini memandang manusia lemah. Manusia yang demikian itu banyak bergantung pada kehendak dan kemauan Tuhan. Dalam melukiskan hubungan perbuatan manusia dengan kehendak dan kekuasaan Tuhan, Asy’ari juga memakai istilah kasb (perolehan).

Kasb manusia, menurut Asy’ari adalah ciptaan Allah. Pendapat tersebut didasarkan pada pemahaman terhadap QS. al-Saffat ayat 96 yang mengungkapkan bahwa Allah menciptakan kalian dan menciptakan apa yang kalian perbuat. Kasb itu terjadi sebenarnya dengan perantara kekuatan yang diciptakan pada orang yang memperoleh daya. Ajaran Asy’ari ini oleh pengikut-pengikut setianya dengan berbagai modifikasi dan penjelasannya masing-masing, seperti al-Baqillani, al-Juwaini, dan al-Ghazali.

Al-Ghazali sebagaimana al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah-lah pencipta daya (qudrah) dan gerakan (al-maqdur) yang keduanya melahirkan perbuatan. Gerakan itu tidak dapat disebut ciptaan daya manusia sekalipun gerakan itu dipihaknya. Tidak satu pun makhluk hawadith yang memiliki daya atau kekuatan untuk menciptakan perbuatannya tanpa peran serta Allah.

Baca Juga: Pendapat Aliran Teologi tentang Iman dan Kufur

Al-Baqillani dalam hal perbuatan manusia, ia mempunyai pandangan yang berbeda dengan gurunya, yakni al-Asy’ari. Bahwa manusia menurutnya mempunyai sumbangan yang efektif dalam mewujudkan perbuatannya. Tuhan hanya mewujudkan gerak pada diri manusia. Adapun bentuk, sifat, dan jenis gerak dihasilkan oleh manusia itu sendiri.

Dalam mengembangkan konsep Asy’ariyah, Abd al-Malik al-Juwaini mengemukakan bahwa perbuatan manusia itu bukan paksaan, lantaran ia dapat membedakan antara tangan gemetar dengan tangan digerakkan untuk suatu maksud. Manusia berdaya (qadir) dan ia memperoleh perbuatannya (muktasib). Yang terakhir dimaksudkan bahwa manusia berdaya untuk berbuat, namun dayanya itu tidak mempunyai efek kepada yang disanggupi.

Lebih lanjut dikatakan, wujud perbuatan tergantung pada daya yang ada pada manusia, wujud daya ini bergantung pula pada sebab lain, dan sebab itu bersumber pada sebab lain dan seterusnya sampai pada sebab segala sebab, dialah Tuhan (Allah). Selanjutnya bagi Maturidi bahwa semua perbuatan hamba adalah ciptaan Allah yang dititipkan kepada hamba-Nya. Dalam hal ini, terdapat dua perbuatan, yakni perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.

Perbuatan Tuhan mengambil bentuk penciptaan daya dalam diri manusia dan pemakaian daya itu sendiri merupakan perbuatan manusia, daya diciptakan bersama perbuatan. Menurut Bazdawi (Maturidiyah Bukhara), perbuatan Tuhan di sini adalah penciptaan perbuatan manusia bukan penciptaan daya. Dari sini ia mengambil kesimpulan bahwa perbuatan manusia sungguh diciptakan Tuhan, tidaklah perbuatan Tuhan.

Sedangkan menurut Qadariyah, manusia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan-perbuatannya. Di samping itu, manusia mempunyai kekuasaan atau daya tindakan-tindakannya. Golongan Qadariyah ini kemudian menampakkan dirinya pada Mu’tazilah. Mereka menerima kebebasan manusia dalam melakukan perbuatannya. Lantaran mereka bebas maka segala tanggung jawab harus dipikulnya.

Baca Juga: Pandangan Mengenai Iman dan Kufur dalam Teologi Islam

Mu’tazilah dikenal sebagai kaum rasionalis Islam. mereka adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang bersifat mendalam dan filosofis. Dalam pembahasannya mereka banyak memakai akal. Paham ini diperkenalkan pertama kali oleh Ma’bad al-Junaidi. 

Sebagai pengikut Mu’tazilah, al-Jubba’i menerangkan bahwa manusia-lah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya, manusia berbuat baik dan buruk, patuh dan tidak patuh kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri. Dan daya (istita’ah) untuk mewujudkan kehendak itu terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Mengenal Ajaran Abu Hasan al-Asy’ari. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Pandangan tentang Perbuatan Tuhan dan Manusia dalam Teologi Islam"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel