-->

Alasan Abu Hasan al-Asy’ari Keluar dari Aliran Mu’tazilah

fikriamiruddin.com - Kita tidak tahu pasti apa yang menyebabkan Imam Abu Hasan al-Asy’ari keluar dari aliran Mu’tazilah yang telah dianutnya berpuluh-puluh tahun. Terkait dengan hal ini, terdapat beberapa macam interpretasi di antaranya menurut al-Subki dan Ibn Asakir, yakni adanya petunjuk langsung yang diterima oleh al-Asy’ari melalui mimpi bahwa ahli-Hadis yang benar dan teologi Mu’tazilah salah.
Alasan Abu Hasan al-Asy'ari Keluar dari Aliran Mu'tazilah

Selain itu, disebabkan perdebatan antara al-Asy’ari dengan al-Juba’i mengenai kedudukan tiga orang (orang mukmin yang beramal saleh, anak kecil dan orang kafir yang banyak dosanya) yang sudah mati. Persoalan ini secara historis jelas terlihat bahwa al-Asy’ari sedang dalam keadaan ragu-ragu dan tidak merasa puas lagi dengan aliran Mu’tazilah yang dianutnya selama ini.

Kemudian suatu ketika diriwayatkan bahwa pada awal Ramadhan, al-Asy’ari tidur dan bermimpi bertemu Nabi Muhammad Saw. Beliau berkata: “Wahai Ali, tolonglah pendapat-pendapat yang diriwayatkan dariku, karena itu yang benar.” Setelah terbangun, al-Asy’ari merasakan mimpi itu sangat berat dalam pikirannya. Ia terus memikirkan apa yang dialaminya dalam mimpi. Pada pertengahan bulan Ramadhan, ia bermimpi lagi bertemu Nabi Saw dan beliau berkata “Apa yang kamu lakukan dengan perintahku dulu?” al-Asy’ari menjawab “Aku telah memberikan pengertian yang benar terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan darimu.”

Nabi Muhammad Saw berkata “Tolonglah pendapat-pendapat yang diriwayatkan dariku, karena itu yang benar.” Setelah terbangun dari tidurnya, al-Asy’ari merasa sangat terbebani dengan mimpi itu. sehingga dia bermaksud meninggalkan ilmu kalam. Ia akan mengikuti Hadis dan terus membaca al-Qur’an. Namun, pada malam 27 Ramadhan, tidak seperti biasanya, rasa kantuk yang begitu hebat menyerangnya, sehingga ia pun tertidur dengan rasa kesal dalam hatinya, lantaran telah meninggalkan kebiasaannya tidak tidur malam untuk beribadah kepada Allah.

Dalam tidur tersebut ia bermimpi bertemu Nabi Saw untuk ketiga kalinya. Nabi Saw berkata “Apa yang kamu lakukan dengan perintahku dulu?” Ia menjawab “Aku telah meninggalkan ilmu kalam, dan aku konsentrasi menekuni al-Qur’an dan Hadis. Nabi Saw berkata “Aku tidak menyuruhmu meninggalkan ilmu kalam. Namun, aku hanya memerintahmu menolong pendapat-pendapat yang diriwayatkan dariku, lantaran itu yang benar.”

Di sisi lain, al-Asy’ari harus mengikuti pola pikir yang sangat rasional dalam memahami ajaran-ajaran Islam lantaran ia adalah pengikut Mu’tazilah. Sedang sisi lain, ia harus berpikir yang tradisional lantaran ia adalah pengikut Syafi’iyah. Sebagai seorang yang cerdas, ketidakselarasan metode berfikir di atas tentu sangatlah menggoda.

Baca Juga: Mengenal Biografi Abu Hasan al-Asy’ari

Kemudian secara faktor Psikologi, Mac Donald seorang orientalis berpendapat bahwa darah arab padang pasir yang mengalir dalam tubuh al-Asy’ari tidaklah sejalan dengan ajaran Mu’tazilah yang rasional dan percaya pada kebebasan manusia dalam kemauan dan berbuat.

Hal itu lantaran bangsa Arab lebih cenderung bersifat tradisional dan fatalistis. Sebelum al-Asy’ari memproklamirkan ajaran barunya, Mu’tazilah yang cenderung pada pemikiran yang spekulatif dan sangat menghargai potensi akal, mendapat perlawanan dari ahl al-Hadis yang cenderung mendasar ajaran agama-agamanya atas arti literernya dari al-Qur’an dan al-Hadis.

Dalam buku Teologi Islam, A. Hanafi menyatakan bahwa sebab utamanya ialah adanya perpecahan yang dialami kaum Muslimin yang bisa menghancurkan mereka kalau tidak segera diakhiri. Sebagai seorang muslim yang sangat gairah terhadap keutuhan kaum muslimin, ia sangat mengkhawatirkan Qur’an dan Hadis menjadi korban paham-paham kaum Mu’tazilah, yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan, lantaran didasarkan atas pemujaan akal pikiran.

Sebagaimana juga dikhawatirkan menjadi korban sikap ahli Hadis anthromorphist yang hanya memegangi nash-nash dengan meninggalkan jiwanya dan hampir menyeret Islam kepada kelemahan kebekuan yang tidak dibenarkan agama. Al-Asy’ari kemudian mengambil jalan tengah antara golongan rasionalis dan golongan tekstualis serta jalan tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum Muslimin.

Setelah al-Mutawakkil membatalkan putusan al-Ma’mun mengenai Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara, kedudukan kaum Mu’tazilah mulai menurun, apalagi setelah al-Mutawakkil menunjukkan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap Ibn Hanbal, lawan Mu’tazilah terbesar saat itu. Sekarang Ibn Hanbal dan pengikut-pengikutnya, menjadi golongan yang dekat pada pemerintah.

Baca Juga: Tokoh, Ajaran dan Dalil Qadariyah

Dalam keadaan demikian, al-Asy’ari menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada Hadis, lantaran aliran Mu’tazilah tidak dapat diterima oleh umumnya umat Islam yang bersifat sederhana dalam pemikiran-pemikiran? Pada saat itu tidak ada aliran teologi yang teratur sebagai gantinya untuk menjadi pegangan mereka.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pengertian Qadariyah yang Perlu Diketahui. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Alasan Abu Hasan al-Asy’ari Keluar dari Aliran Mu’tazilah"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel