-->

Sejarah Syiah dan Beberapa Pendapat tentang Kelahiran Syiah

fikriamiruddin.com - Kata Syiah berasal dari kata sha’ah, shiya’ah (bahasa Arab) yang berarti mengikuti. Kata Syiah berlaku baik untuk tunggal, ganda maupun jama’, baik untuk maskulin maupun feminin (Salman, 1976). Dari pengertian umum ini, kemudian kata syiah dilekatkan secara khusus kepada para pengikut Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi Muhammad Saw. Kata Syiah ini sendiri muncul dari Mukhtar bin Abi Ubaid al-Saqfi yang mengatakan bahwa “Adalah Syiah yang merupakan keturunan dari Muhammad Saw bin Ali bin Abi Thalib.”
Sejarah Syiah dan Beberapa Pendapat tentang Kelahiran Syiah

Setelah Mukhtar bin Ali bin Abi Thalib terbunuh, Syiah menjadi sebuah kelompok atau aliran agama yang meletakkan dasar-dasar Syiah. Namun, saat itu Syiah belum sempurna menjadi suatu aliran hingga pada masa Ja’far Shadiq. Doktrin penting dalam Syiah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahlul Bait, dan menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahlul-Bait atau para pengikutnya.

Terdapat beberapa pendapat yang diutarakan para sejarawan Islam dan para pengamat sekte-sekte dan isme-isme (Heresiographer) dalam Islam tentang kelahiran faham Syiah. Pendapat tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

a. Embrio Syiah dimulai dengan peristiwa setelah wafat Nabi Muhammad Saw. Ada kelompok yang memandang bahwa ahl al-bayt-lah yang paling berhak meneruskan kepemimpinan Nabi, dan yang paling berhak dari ahl al-bayt adalah Ali (Amin, 1975). Pendukung utama kelompok ini ada tiga orang, yakni Salman al-Farisi, Abu Dzarr, dan al-Mikdad bin al-Aswad al-Kindi.

Pandangan kelompok ini diperkuat oleh komentar Ali terhadap hadis Nabi “Al-aimmah min quraisysy” (pemimpin itu dari Quraish) yang dijadikan legitimasi penunjukkan Abu Bakar sebagai khalifah “Mereka telah berdalih dengan pohon tak lupa akan buahnya (maksudnya: ahl al-bayt).

b. Syiah lahir pada zaman khalifah ketiga, yakni Utsman bin Affan sebagai konsekuensi logis adanya berbagai kejadian dan penyimpangan-penyimpangan di tengah masyarakat Islam. Pendapat tersebut diutarakan oleh Ibn Hazm dan beberapa ulama lain.

c. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, terjadilah pemberontakan terhadap Khalifah Utsman bin Affan yang berakhir dengan kematian Utsman bin Affan dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi Thalib bersedia dibaiat sebagai khalifah.

d. Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syiah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan Khalifah Ali dengan pemberontak Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Siffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa tahkim atau arbitrase. Akibat dari kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali keluar dari barisan Ali. Mereka ini disebut kelompok Khawarij. Sebagian besar orang yang setia kepada Khalifah disebut Shi’at Ali (pengikut Ali).

Baca Juga: Kelompok Khawarij dalam Tinjauan Sosiologis

Pendirian kalangan Syiah bahwa Ali bin Abi Thalib adalah imam atau Khalifah yang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw telah tumbuh sejak Nabi Muhammad Saw masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad Saw sendirilah yang menetapkannya. Dengan demikian, menurut Syiah inti dari ajaran Syiah itu sendiri telah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw.

Namun demikian, terlepas dari semua pendapat tersebut, yang jelas adalah bahwa Syiah baru muncul ke permukaan setelah ada kemelut antara pasukan Ali dengan pasukan Mu’awiyah, terjadi pula kemelut antara sesama pasukan Ali. Di antara pasukan Ali pun kemudian terjadi pertentangan antara yang tetap setia kepada Ali dan yang membangkang.

Pada perkembangan berikutnya, Syiah tampil secara nyata sebagai suatu aliran politik. Gerakannya dimulai di Mesir pada akhir periode pemerintahan Utsman. Kemudian pada masa kekhalifahan Ali, tumbuh dan berkembang di Irak dengan pusatnya Kufah. Doktrin politik yang dikembangkan adalah doktrin kelompok yang dipandang sebagai embrio Syiah. Ali sebenarnya tidak berusaha mengembangkan Syiah, namun ada beberapa faktor yang memungkinkan perkembangannya.

Menurut Ahmad Salaby, bahwa terdapat 7 faktor yang memungkinkan pertumbuhan Syiah, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Utsman, dikarenakan sebagian kebijakan dan kedudukannya di tengah keluarganya telah menumbuhkan margaisme.

2. Kecenderungan emosional yang alami untuk mendukung, mencintai, dan membela keluarga Rasul.

3. Kepribadian Ali yang terkenal kepahlawanannya yang tanpa tanding pada masa penyebaran Islam, ilmunya yang luas dan akhlaknya yang baik.

4. Pendapat umum bahwa Ali tersisih dan dijauhkan dari kedudukan khalifah yang sebetulnya pantas didudukinya. Pendapat ini belum muncul begitu kuat pada masa Abu Bakar dan Umar, lantaran kemampuan mereka yang tanpa tanding. Pendapat ini baru muncul pada pemilihan Utsman karena menurut pendapat umum Ali yang bakal menerima kedudukan khalifah setelah Umar.

Ali sendiri telah mengungkapkan perasaan tersisihnya kepada Abdur Rahman bin Auf setelah dia mengumumkan pemilihan Utsman “Ini bukan yang pertama kali kamu saling menyisihkan aku, bersabar adalah lebih baik...”

5. Ali menjadikan Kufah sebagai ibukota dan semenjak itu Kufah sebagai pusat gerakan Syiah, sementara di Kufah telah tersebar berbagai agama dan aliran pemikiran filsafat.

6. Sebelum Islam di Persia telah dianut secara meluas pandangan mengenai kebenaran ilahiyah, yang beranggapan bahwa darah Tuhan telah mengalir pada keluarga raja, sehingga dengan demikian, raja adalah pemilik kebenaran hukum dan rakyat wajib menaatinya, serta penunjukan raja dari keluarga ini adalah kewajiban suci. Menurut Abu Zahrah, pemikiran Persia inilah (dan bukan pemikiran Yahudi) yang paling dominan memberi warna pada Syiah, sebagaimana terefleksi pada konsepnya mengenai imamah.

7. Di antara pemberontak (terhadap Utsman) terlibat orang-orang yang telah kalah oleh Islam sehingga mereka ingin menghancurkan Islam. Lalu mereka masuk Islam, sehingga mereka dapat memberontak kepada kepemimpinan Islam atas nama Islam dan menghancurkan sendi-sendi Islam dengan hadis-hadis buatan mereka. Sebagai pemimpin mereka adalah Abdullah bin Saba’.

Baca Juga: Ajaran Pokok Kelompok Khawarij yang Perlu Diketahui

Dengan memperhatikan faktor pertama dan terakhir, serta mengikuti perkembangan selanjutnya, Syiah menjadi wadah bagi kekuatan-kekuatan ketidakpuasan sosial dan politis yang berbeda-beda. Menurut Fazlur Rahman, suku-suku Arab di selatan menggunakannya sebagai saluran untuk menegakkan kebanggaan dan kemerdekaan mereka terhadap suku-suku Arab di utara.

Sementara itu, di kalangan penduduk Irak yang campuran, Syiah menjadi saluran ketidakpuasan bangsa Persia yang diperlakukan sebagai mawali selama pemerintahan Abbasiyah dia ikut mendorong bangkitnya gerakan nasionalistis yang dikenal dengan gerakan shu’ubiyah (Rahman, 1979).

Jadi, pada awalnya Syiah merupakan gerakan politik murni. Namun, lantaran kegagalan yang berulang kali dan tekanan terus-menerus, maka pada perkembangan berikutnya, terutama setelah terjadi pergeseran dari tangan bangsa Arab ke tangan bangsa non-Arab, motivasi politis yang asli dari Syiah ini berkembang menjadi suatu sekte keagamaan dengan dogma-nya sendiri.

Dorongan keagamaan yang fundamental diperoleh dari kematian yang kejam dan berdarah dari Husain (anak Ali dari Fatimah) di Karbala oleh tentara pemerintah (Yazid bin Mu’awiyah) pada tahun 61 H/ 680 M.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Sejarah Kelompok Khawarij yang Harus Diketahui. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Sejarah Syiah dan Beberapa Pendapat tentang Kelahiran Syiah"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel