-->

3 Lagu Pakdhe Didi Kempot yang Menggambarkan Suasana Pembatasan Sosial

fikriamiruddin.com - Bangsa Indonesia sedang berduka setelah kepergian salah satu putra terbaiknya, yakni Pakdhe Didi Prasetyo yang lebih akrab disapa Didi Kempot. Pria kelahiran Surakarta 53 tahun silam ini banyak menghibur masyarakat melalui karya-karya yang dihasilkannya. Bahkan beberapa waktu lalu Pakdhe sempat menggelar sebuah konser amal yang berhasil mengumpulkan dana sekitar 7,6 M untuk membantu penanganan pandemi corona.
3 Lagu Pakdhe Didi Kempot yang Menggambarkan Suasana Pembatasan Sosial

Bagi masyarakat Indonesia bahkan mancanegara Pakdhe dianggap sebagai penghibur patah hati yang mereka rasakan. Pakdhe seolah diciptakan untuk merawat dan melestarikan bahasa Jawa dan mengemasnya agar tetap lestari melalui sebuah tembang-tembang yang Pakdhe nyanyikan. Tembang-tembang bertemakan patah hati dan kehilangan ini tentu sangat akrab dengan masyarakat, sebab rata-rata orang pernah merasakannya.

Di dalam lirik lagu-lagu yang Pakdhe ciptakan tersebut menyimpan banyak sekali makna yang bisa kita pelajari. Terutama terkait dengan realita patah hati dan kehilangan yang tidak bisa dihindarkan dalam kehidupan manusia. Saya akan merekap beberapa judul yang bisa kita ambil hikmahnya dan cukup untuk menggambarkan suasana pembatasan sosial seperti sekarang ini.

Satu: Ora Iso Mulih

Lagu berjudul “Ora Iso Mulih” ini sengaja diciptakan Pakdhe untuk merespon kondisi pembatasan sosial. Dimana pada saat ini banyak orang yang merantau dan bekerja di Kota-kota besar tidak bisa pulang untuk bertemu dengan keluarga di kampung. Maka dari itu, untuk merayakan kesedihan tak bisa pulang kampung, Pakdhe menciptakan dan menyanyikan lagu ini untuk menghibur mereka. Kira-kira kutipan liriknya sebagai berikut:

Mak bapak aku ora biso mulih
Bakdo iki atiku sedih
Mak bapak aku ora teko
Neng kene aku isih kerjo...

Kutipan lirik lagu di atas, sedang menceritakan kisah seorang anak yang tentu saja tidak bisa pulang ke kampung halaman. Dari lagu ini kita belajar bahwa bisa saja kita berencana untuk pulang kampung, namun apabila Gusti Allah menghendaki, bukan tidak mungkin rencana kita itu gagal. Meskipun demikian, memaksakan pulang kampung dalam keadaan pandemi seperti ini, bukan tidak mungkin malah akan mengancam kesehatan keluarga di rumah.

Baca Juga: Pandemi Menyelamatkan Anak dari Teror Ketakutan di Sekolah

Dua: Suket Teki

Lagu berjudul “Suket Teki” seolah diciptakan Pakdhe untuk merespon realita asmara yang tak jarang mengecewakan dan kerapkali melanggar janji. Tentu kisah asmara seperti ini tidak dialami satu dua orang, bahkan ribuan orang pun pasti pernah merasakan sakit janjinya dilanggar. Misalnya, bisa dicek di KUA setempat, berapa banyak pasangan yang ingin bercerai? Padahal janji mereka sudah diabadikan dalam sebuah buku nikah.

Kutipan liriknya sebagai berikut:
Aku tak sing ngalah, trimo mundur timbang loro ati
Tak oyako wong kowe wes lali, ora bakal bali
Paribasan awak urip kari balung lilo tak lakoni
Jebule janjimu, jebule sumpahmu, ra biso digugu...

Kutipan lirik lagu di atas, sedang menceritakan kisah pasangan yang dilanggar janjinya. Dari lagu ini kita belajar bahwa janji itu penting dan harus dijaga layaknya jaga jarak sosial dan pakai masker. Apa pentingnya sebuah janji jika ternyata diingkari? Tentu bagi orang yang diingkari janjinya, pasti akan mengalami kedukaan yang cukup mendalam. Maka dari itu, hati-hati dalam mengucapkan janji, jangan sampai dilanggar lalu menciptakan patah hati.

Tiga: Banyu Langit

Lagu berjudul “Banyu Langit” ini diciptakan Pakdhe untuk menceritakan seseorang yang sedang kasmaran, sehingga terbayang wajah dan kenangan-kenangan indah bersama si doi. Tentu kisah kasmaran tak pernah luput dirasakan oleh pemuda-pemudi di seluruh dunia, dan ini nyata. Buktinya, bisa saja di antara kalian yang sedang menyimak tulisan sederhana ini lagi kasmaran dan tak sengaja membayangkan doi dan kenangan indah bersamanya.

Kutipan liriknya sebagai berikut:
Banyu langit, sing ono nduwur kayangan
Watu gedhe, kalingan mendunge udan
Telesono, atine wong kang kasmaran
Setyo janji, seprene tansah kelingan...

Kutipan lirik lagu di atas, sedang menceritakan kisah dua sejoli yang sedang kasmaran. Dari lagu ini kita belajar bahwa kasmaran itu nyata, pasti akan datang kapan saja, dan menyelinap di hati siapapun. Tugas kita adalah merawat perasaan, dan mendayagunakan perasaan serta hati kita hanya untuk orang-orang yang benar-benar bisa menerima dan tulus mencintai kita. Sebab, jika asmara hanya bertepuk sebelah tangan, itulah yang dinamakan ambyaarr.

Baca Juga: Rekomendasi Tugas yang Bisa Diberikan Guru di Masa Pandemi Corona

Sebenarnya masih banyak sekali lagu-lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Pakdhe Didi Kempot. Namun, dari tiga lagu yang sudah disebutkan di atas kita bisa belajar banyak hal dari realitas di lapangan. Dari mulai menerima kenyataan bahwa hidup ini memang kehendak-Nya, kita bisa berencana, namun tetap Gusti Allah yang memutuskan.

Kemudian kita juga bisa belajar bahwa janji manis itu tak selalu berbuah manis. Dalam lirik lagunya Pakdhe mengatakan bahwa “Tak tandur pari, banjur tukule malah suket teki.” Maksudnya kira-kira, dalam hidup misalnya kita sudah berusaha menanam kebaikan, namun realitanya yang tumbuh adalah keburukan atau nggak sesuai dengan apa yang sudah kita tanam sebelumnya.

Selain itu, kita juga dapat menerima realita bahwa kasmaran itu keniscayaan. Maka apabila ada teman kita yang sedang kasmaran dan terbayang-bayang oleh doinya ya didukung, bukan malah ditikung eh.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Postingan Akun Instagram Jerinx Terkait Teori Konspirasi dan Pelajaran yang Bisa Kita Petik. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "3 Lagu Pakdhe Didi Kempot yang Menggambarkan Suasana Pembatasan Sosial"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel