-->

Berdamai dengan Corona, Perang Melawan Rakyat

fikriamiruddin.com - Entah apa yang ada dalam benak para penguasa negeri ini? Kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan justru tidak ada sedikit pun berpihak kepada rakyat. Apakah mereka benar-benar lupa, atau justru sengaja melupakan amanah rakyat?
Berdamai dengan Corona, Perang Melawan Rakyat

Kita bisa memutar kembali ingatan ketika Kemenkumham memutuskan untuk memberikan asimilasi corona terhadap para tahanan. Apa yang terjadi kemudian? Banyak para narapidana bebas berkat asimilasi ini akhirnya berulah kembali dan membuat masyarakat resah.

Padahal, kita tahu virus corona tidak bisa berkeliaran sendiri, manusia-lah yang membawanya berkeliaran ngalor ngidul. Bukankah sebaiknya Kemenkumham cukup membatasi pengunjung yang masuk ke LP?

Dengan begitu, narapidana yang berada di dalam LP pasti aman-aman saja dari virus corona.  Justru dengan mereka berada di dalam LP sama halnya dengan karantina mandiri, bukankan begitu? Tapi, sudahlah nasi sudah jadi bubur, mau bagaimana lagi?

Tak cukup dengan membebaskan para narapidana, akhir-akhir ini DPR yang justru didapuk sebagai “wakil rakyat” ini malah mengesahkan UU Minerba yang tidak berpihak pada rakyat sedikit pun. Apalagi dalam UU Minerba hasil “sulapan” ini malah menghapus pasal 165 terkait dengan aturan sanksi pidana bagi tindak pidana korupsi dalam proses pertambangan.

Dalam artian, sedang ada agenda terselubung yang berupaya memberikan perlindungan resmi atas korupsi pertambangan. Selain itu, dalam UU Minerba yang disahkan di tengah pandemi ini tidak ada satu pun pasal yang memberikan ruang bagi partisipasi warga, termasuk tidak adanya pasal yang mengatur konsultasi pada masyarakat adat dan hak veto untuk mengatakan tidak pada saat pertambangan datang.

Baca Juga: 5 Hal yang Sebaiknya Tidak Dilakukan Hanya untuk Mengubah Penampilan

Masih tidak cukup dengan mensahkan UU Minerba, rencana menaikkan iuran BPJS yang pernah dibatalkan MA, justru di tengah pandemi corona ini dinaikkan lagi. Di saat masyarakat berjuang melawan corona, rela bekerja dari rumah, rela kehilangan pendapatan harian, dan bahkan rela diPHK, pemerintah dengan entengnya malah menaikkan iuran BPJS.

Tak hanya itu, apa yang dilakukan pemerintah ini apalagi kalau bukan pembangkangan terhadap hukum? Pemerintah sebagai eksekutif harusnya menghormati putusan pengadilan (yudikatif), bukan malah mengabaikannya. Rakyat disuruh patuh terhadap hukum, eh pemerintahnya malah membangkang.

Tak cukup dengan menaikkan iuran BPJS, tidakkah kalian mendengar apa yang sudah terjadi di Papua, dan baru-baru ini konflik tanah di hutan Pubabu, NTT? Di sana rakyat seperti pada zaman penjajahan. Tanah mereka diambil lalu biasanya dibuatlah ladang tambang di lingkungan mereka.

Apalagi akibatnya kalau bukan pencemaran dan kekerasan yang bercampur-aduk. Pembunuhan dan penindasan silih berganti. Dikuraslah semua milik alam semesta untuk mendapatkan keuntungan bagi oligarki tambang dan para penguasa.

Rasa-rasanya semua itu masih belum cukup bagi penguasa negeri ini, hal tersebut lantaran akhir-akhir ini menjelang lebaran pemerintah justru memutuskan untuk berdamai dengan corona dan hidup berdampingan dengannya.

Akibatnya, masyarakat kita antara sudah lelah dan bebal, langsung merespon keputusan tersebut dengan memadati pasar dan pusat-pusat perbelanjaan. Mereka kini tak peduli lagi dengan namanya pembatasan sosial, memakai masker, cuci tangan, dan protokol kesehatan lainnya.

Baca Juga: Bukan Sekedar Gaya-gayaan, Inilah 5 Alasan Seseorang Mengecat Rambut

Apakah masyarakat apatis?

Jika masyarakat benar apatis, kenapa pemerintah tidak mencoba mengatasinya dengan sikap penuh antusias? Pemerintah bisa mengikuti saran Arnold Toynbee yang mengungkapkan bahwa sikap penuh antusias hanya bisa dibangkitkan dua hal:

Pertama, cita-cita yang menyambar imajinasi secepat kilat; kedua, rencana pasti yang dapat dipahami untuk mewujudkan cita-cita itu menjadi kenyataan.

Namun, nampaknya pemerintah belum memiliki cita-cita yang menyambar imajinasi secepat kilat untuk melawan virus corona. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan berdamai dan hidup berdampingan dengan corona. Kalau cita-cita saja belum punya, apalagi rencana pasti yang dapat dipahami masyarakat?

Okelah mungkin kita sudah capek dengan semua ini, mungkin capeknya para penguasa tidak seberapa dibandingkan dengan capeknya rakyat yang setiap hari merasa dijajah oleh pemimpinnya sendiri.

Ah sudahlah, sebagai rakyat biasa kita tidak hanya menghadapi virus corona dan struktur kesadaran palsu, namun juga sistem yang lamban dengan para penghuninya yang telah mati jiwanya. Suasana seperti ini pernah dilukiskan WS. Rendra melalui puisinya sebagai berikut:

Ada gubernur sarapan bangkai buruh pabrik
Bupati mengunyah aspal
Anak-anak sekolah dijadikan bonsai.
Jangan takut, Ibu!
Kita harus bertahan
Karena ketakutan
Meningkatkan penindasan....

Jangan takut, Ibu!
Jangan mau digertak
Jangan mau diancam
Karena ketakutan
Meningkatkan penjajahan.

Kita semua harus tetap menjaga kewarasan dan keberanian kawan. Sebab, ketakutan sebenarnya tidak bersumber pada keadaan, namun justru situasi wacana yang berkembang.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Kenapa Sering Dapat Pesan Pinjaman Online? Berikut Penjelasannya. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Berdamai dengan Corona, Perang Melawan Rakyat"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel