-->

Fungsi Ritual dalam Islam

fikriamiruddin.com - Frederick mengungkapkan bahwa ritual Islam adalah ekspresi dari doktrin Islam, di mana keduanya saling menguatkan, dalam proses penemuan dan disiplin agama yang menyatu. Tauhid, menurut Frederick bukan sekedar proposisi teologis, namun juga realisasi manusia dalam mengesakan Tuhan dengan ketaatan dan ketundukan total. Empat rukun Islam, menjadi kategori utama ritual Islam, di samping beberapa peristiwa penting lainnya, seperti Idul Fitri, Idul Qurban, Puasa Ramadhan, Shalat Gerhana, dan lain sebagainya.

Islam

Frederick mengungkapkan bahwa fungsi aktivitas ritual dalam Islam itu sangat besar. Sehingga Bosquet dalam Encyclopedia of Islam, mengungkapkan bahwa Islam bukan sekedar ibadah, namun juga merupakan hukum, bahkan atas alasan itu, Bosquet menerjemahkan ibadah dengan kultus. Untuk memperkuat bukti mengenai besarnya fungsi aktivitas ritual itu, di sini Frederick kemudian memunculkan tulisan orang lain, yakni Wilfred Cantwell Smith, dalam bukunya Islam in Modern History, yang menerjemahkan kata Sunni bukan dengan ortodoks, namun ortopraksis.

Dari itu, menurut Frederick, Kitab-kitab Fikih selalu dimulai dengan penjelasan mengenai kewajiban-kewajiban ritual, dengan memperhatikan empat rukun; shalat, puasa, zakat, dan haji. Rukun Islam pertama, syahadat, tidak biasa untuk dibahas, namun taken for granted. Dalam artian, ritual Islam dalam pandangan Frederick, sangat memainkan peran yang cukup penting bagi pemeluknya. 

Sebab tujuan dari praktik ritual dalam Islam itu adalah ibadah, bukan keyakinan terhadap mitos, sebagaimana yang terjadi di dalam agama-agama lain. Shalat lima waktu memberikan kesaksian atas dominannya ritual dalam kehidupan sehari-hari, dengan memanggilnya dari pekerjaan duniawi untuk mengingat sesuatu yang ultim. Menurut Frederick, teks-teks resmi mengenai praktik ritual dalam Islam, seperti haji sangat mudah didapat, namun tulisan-tulisan itu tidak ditulis dari hasil rihlah, hanya kitabah dari teks-teks yang tersedia.

Sebagai contoh adalah pembahasan mengenai haji. Menurut Roff, meskipun berjuta-juta kaum muslimin telah berkunjung ke Makkah dan menunaikan ibadah haji sejak abad ke-1 H/ ke-7 M, tidak ada metodologi yang telah dirumuskan untuk menganalisis urgensi dan maknanya bagi Islam historis. Maka penelitian yang dilakukan oleh Denny dan Roff mengenai praktik ritual dalam Islam.

Sangat penting sekali bagi kita untuk dikaji karena akan membantu kita di dalam memahami praktik-praktik ritual dalam Islam. Sebagaimana telah diungkapkan dalam latar belakang, bahwa praktik ritual cukup memiliki makna yang berarti bagi kehidupan masyarakat muslim. Begitu pentingnya studi mengenai praktik ritual dalam Islam, sehingga Frederick M. Denny, dalam tulisannya mengenai Islamic Ritual, mengkritisi pengabaian studi sistematik mengenai ritual Islam dalam studi Islam tradisional, padahal Islam memperlihatkan tekanan yang besar pada aktivitas ritual.

Baca Juga: Studi Ritual Islam

Selama ini kajian mengenai ritual, seperti haji, banyak bersumber dari teks-teks resmi yang sangat mudah didapat, namun tulisan-tulisan itu tidak ditulis dari hasil rihlah, hanya kitabah dari teks-teks yang tersedia. Maka rihlah yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka menjelaskan kontekstual dari praktik-praktik ritual dalam Islam sangat penting dilakukan. Selama ini, kajian mengenai ritual, seperti haji lebih ditekankan pada epifenomena dissemanisasi ideologi dan peningkatan status.

Dalam hal ini, dapat disebut nama seorang Islamolog yang paling mempunyai pretensi politis, yakni A.J. Wensinck, dalam artikelnya berjudul “hajj”, pada edisi ke-II The Encyclopedia of Islam, memfokuskan diri pada persoalan pengaruh spiritual haji hanya pada dua atau tiga baris terakhir dari tulisannya, yakni pernyataannya yang berbunyi “hanya Tuhan saja yang tahu.”

Ketika Bernard Lewis memberi tambahan dalam konteks yang sama dengan Wensinck, bahwa haji merupakan agen perantara paling penting bagi mobilitas vertikal, dan mempunyai akibat-akibat yang besar terhadap seluruh masyarakat, menurut Roff tidak menyentuh makna religius haji yang spesifik. Richard C. Martin dalam bukunya Approaches to Islam in Religious Studies, mengungkapkan bahwa banyak dari bentuk praktik ritual yang tidak didapatkan dalam sumber-sumber resmi.

Namun, dipraktikkan oleh komunitas Muslim, sebab merupakan aktivitas-aktivitas simbolik yang memiliki signifikansi yang amat besar dalam Islam, seperti mengunjungi makam-makam wali untuk mendapatkan barakah. Praktik seperti ini (kultus terhadap orang suci dalam Islam), seperti di Mesir, merupakan hal yang biasa terjadi dalam komunitas Muslim.

Frederick, salah satu tokoh yang pemikirannya akan kita kaji dalam bab ini, dengan mengutip dari tulisan D.J. Waardenburg, dalam bukunya Official and Popular Religion as d Problem in Islamic Studies, mengungkapkan bahwa praktik-praktik itu jika dibaca dalam karya Ibn Taymiyyah, atau Wahhabiyyah misalnya, sejumlah perilaku yang dapat diterima oleh beberapa masyarakat muslim sebagai hal yang diyakini benar tadi, menyusut secara drastis, sebab kebanyakan praktik itu dianggap menyimpang dan ditambah-tambahkan.

Meskipun dapat serangan hebat dari Ibn Taymiyyah, Wahhabiyyah dan yang lainnya, kunjungan ke makam-makam orang suci tidak pernah dapat dimusnahkan. Praktik-praktik yang oleh Wahhabiyyah dianggap menyimpang itu masih sering dilakukan oleh massa muslim, yang memandangnya sebagai bagian dari Islam. Maka yang dibutuhkan dalam kajian mengenai ritual, menurut Frederick, adalah perhatian yang lebih peka dan jelas terhadap sumber-sumber Islam dan bahasan-bahasan mengenai ritual.

Frederick melihat bahwa yang sering menjadi persoalan dalam kajian mengenai ritual Islam adalah terjadinya konflik antara pendekatan normatif dan deskriptif dalam analisa perilaku. Dalam artian, kajian mengenai ritual Islam terdapat dua sumber, yakni sumber teks yang memunculkan Islam resmi/Islam normatif dan sumber konteks yang sering disebut dengan Islam popular.

Di sini Frederick menjadikan karya Clifford Geertz, Islam Observed, yang membedakan antara Islam orang Indonesia dan Maroko sebagai salah satu karya yang menggambarkan konflik antara Islam resmi (Islam normatif) dan Islam populer. Frederick menyebutkan ada satu pendekatan dalam kajian mengenai ritual Islam, yakni yang memusatkan pada deontologi, sebuah pemahaman mengenai syari’ah sebagai ilmu tentang kewajiban.

Baca Juga: Model Studi Hukum Islam Kontemporer

Pembahasan dalam kerangka pendekatan deontologi ini adalah mengenai perilaku ritual yang ideal, sebagaimana dijumpai dalam sumber-sumber asli. Sementara ada pendekatan lain, yang dilakukan oleh para orientalis dalam kajian mereka, yakni dengan banyak memperhatikan sumber sejarah. Maka, apa yang dibutuhkan sekarang, menurut Frederick adalah perhatian yang lebih peka dan jelas terhadap sumber-sumber Islam dan bahasan-bahasan tentang ritual.

Smith mengungkapkan ketika pergumulannya adalah antara tradisi akademis Barat dan suatu agama tertentu, maka pernyataan-pernyataan yang dikemukakan harus memuaskan masing-masing kedua tradisi ini, dan mentransendensikan keduanya dengan cara memuaskan keduanya. Jaeques Waar Denburg mencatat mengenai peran dan fungsi sosial yang dipenuhi oleh gagasan-gagasan dan praktik-praktik keislaman di luar makna religius khusus yang diberikan kepada pemeluk agama Islam itu sendiri.

Menurut Roff, fenomena yang terjadi di masyarakat muslim itu, membutuhkan alat-alat analisis seorang sejarawan, yang bisa menangkap apa yang ada di balik sesuatu dari sistem-sistem keagamaan itu. Caranya, menurut Roff, dengan menggambarkan sesuatu dari praktik-praktik yang diteliti dan gagasan-gagasan para pemeluk agama, dari suatu proses sosial yang terstruktural, dan mendapat pengakuan dari pemeluk-pemeluknya.

Menurut Roff, hal itu dilakukan untuk membuat temuan-temuan analitis mengenai bagaimana makna dan penampakan keagamaan seperti yang dipahami dan dipraktikkan para pemeluknya, menginformasikan secara spesifik fungsi sosial dari gagasan-gagasan dan praktik-praktik yang diteliti. Maka dari adanya dua pendekatan di atas, Frederick mengusulkan adanya dua pendekatan di atas, Frederick mengusulkan adanya disiplin di mana para fuqaha dan Islamisis saling berbagi pandangan.

Apabila mereka ingin menganalisis dan menafsirkan ritual Islam, dengan cara membawa makna dalam konteks Islam yang sebenarnya (memahami dan menghargai sifat keyakinan yang khas yang menjadikan ritual itu bermakna bagi muslim). Salah satu kajian mengenai ritual Islam yang sangat berpengaruh dalam kebangkitan kajian-kajian ritual adalah etnografi Clifford Geertz dan Victor Turner, yang kajiannya didasarkan pada antropologi kultural yang bersifat simbolis, Levi-Strauss.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Model Komparasi dalam Memahami Agama Islam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Fungsi Ritual dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel