-->

Sempitnya Peluang Dianggap Sebagai Pahlawan Bagi Masyarakat Sipil

fikriamiruddin.com - Bila kita amati secara seksama, hampir mayoritas pahlawan nasional yang namanya diabadikan sebagai nama jalan adalah seorang militer. Misalnya saja di Surabaya ada nama jalan Jend. A. Yani, Mayjen Sungkono, Mayjen HR. Muhammad, Panglima Polim, Lettu Suyitno, dan lain sebagainya.

Pahlawan

Tak hanya itu, apabila kita sejenak mampir ke Taman Makam Pahlawan, teman-teman bisa melihat sendiri bahwa mayoritas pahlawan yang dikubur di sana berasal dari kalangan militer. Mengapa banyak militer yang menjadi pahlawan?

Hal itu tentu bukan tanpa alasan, apabila kita membuka definisi pahlawan itu sendiri dalam Peraturan Presiden nomor 33 tahun 1964, dijelaskan bahwa pahlawan adalah warga Negara RI yang gugur dalam perjuangan membela bangsa dan negara.

Selain itu juga warga Negara RI yang berjasa dalam membela bangsa dan negara yang dalam riwayat hidupnya tidak ternoda oleh suatu perbuatan yang membuat cacat nilai perjuangannya. Berdasarkan definisi di atas, maka peluang militer jadi pahlawan tentu lebih banyak ketimbang masyarakat sipil.

Sedangkan bagi masyarakat sipil, terdapat ketentuan khusus yakni tidak ternoda oleh perbuatan yang membuat cacat nilai perjuangannya. Karena itu, Tan Malaka dan Alimin yang dinobatkan sebagai pahlawan pada masa Soekarno, justru harus dihapus dari Buku Riwayat Hidup Pahlawan Nasional yang diajarkan di sekolah-sekolah.

Hal itu lantaran Tan Malaka dan Alimin dianggap sebagai tokoh “kiri” yang pada saat itu jelas bersebrangan dengan Pemerintahan Orde Baru. Bahkan, dalam akhir hayatnya Tan Malaka harus tewas dieksekusi oleh tentara dari negeri yang diperjuangkannya.

Baca Juga: Demo Anarkis Adalah Bukti Lemahnya Logika Kita di Tengah Kerumunan

Selain pahlawan nasional, orang-orang yang berhak dimakamkan di Taman Makan Pahlawan di antaranya adalah orang yang pernah mendapat tanda jasa seperti Bintang Republik Indonesia, Bintang Mahaputra, Bintang Gerilya, Bintang Utama, Bintang Kartika Eka Paksi, Bintang Swa Bhuana, Bintang Jalasena Utama, dan Bintang Bhayangkara.

Mungkin di antara kita sering mendengar kisah tragis dari seorang dokter, bidan, atau perawat yang meninggal di pedalaman ketika sedang menjalankan tugas. Namun, akhirnya sebuah dedikasi yang tulus dalam melayani masyarakat itu harus dibayar dengan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum.

Lain halnya dengan seorang prajurit tentara yang meninggal dalam sebuah latihan perang atau ketika latihan menerbangkan jet tempur. Sebagaimana biasanya, prajurit tentara ini pasti dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Sebagai sama-sama abdi negara, sudah selayaknya entah itu dokter, perawat, bidan, atau guru ketika meninggal dalam keadaan bertugas, seharusnya juga dimakamkan di Taman Makam Pahlawan dan berhak dikenang sebagai pahlawan.

Karena itu, ketika kondisi negara sudah tidak dalam keadaan darurat perang, sebaiknya peraturan dan definisi dari pahlawan itu direvisi agar relevan dengan perkembangan sosial kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, maka seluruh lapisan masyarakat berhak menyandang gelar pahlawan sesuai dengan bidang yang diperjuangkannya. Selain itu, seseorang itu juga berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Padahal, banyak juga pahlawan dari kalangan sipil yang mestinya juga harus dikenang seperti halnya pahlawan reformasi yang memperjuangkan demokrasi di antaranya Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Hery Hartanto.

Selain itu, banyak juga pahlawan pejuang kemanusiaan seperti Marsinah dan Munir Said Thalib yang dibunuh karena benar, serta Widji Thukul penyair yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.

Tak hanya itu, pahlawan lokal seperti Salim Kancil yang merupakan warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, yang menjadi korban pembunuhan lantaran protes terhadap penambangan pasir di daerahnya.

Baca Juga: Menyuarakan Aspirasi Pendekatan Demonstrasi Kurang Efektif Dilakukan di Kampus Sendiri

Sedangkan, di Rembang juga terdapat para Kartini Kendeng yang rela berjuang memperjuangkan ruang hidupnya. Sementara itu, banyak juga kawan-kawan kita mahasiswa yang juga harus tewas lantaran menyuarakan aspirasi dengan demonstrasi.

Maka dari itu, definisi pahlawan itu sebaiknya diperluas agar masyarakat sipil juga memiliki kesempatan untuk dikenang sebagai pahlawan dan tidak menutup kemungkinan juga dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Dengan demikian, hal itu bisa menjadi langkah awal membawa Indonesia kembali pada cita-cita luhurnya yang selama ini kerap dilupakan. Tak hanya itu, bukan tidak mungkin nantinya menjadi bangsa yang benar-benar merdeka tidak hanya menjadi sebatas angan belaka.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Pengalaman Jadi Korban Penipuan Berkedok Lowongan Kerja. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Sempitnya Peluang Dianggap Sebagai Pahlawan Bagi Masyarakat Sipil"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel