-->

Jawaban yang Ditawarkan dalam Teologi Islam

fikriamiruddin.com - Terhadap pertanyaan mengapa Allah mengadili manusia? Allah adalah yang menciptakan kita dan menciptakan semua perbuatan kita, mengapa Ia mengadili perbuatan jahat yang dapat kita lakukan, sedang Ia-lah yang menciptakannya? Di dalam al-Qur’an terdapat ungkapan “Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat”. Bahwa Ia-lah Pencipta. Dia-lah yang melakukan segala sesuatu.

Teologi Islam

Ia tidak dimintai pertanggung-jawaban mengenai apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan dimintai pertanggung-jawabannya. Dan bahwa Ia bersifat adil, tidak menganiaya seseorang. Sesungguhnya Allah tidak menganiaya walau seberat dzarrah. Karena itu, manusia tidak boleh mengambil satu sifat saja, apakah dalam bentuk jabariyah mutlak atau qadariyah mutlak.

Jabariyah dan qadariyah harus mengambil setiap sifat sesuai dengan kedudukannya dalam kaitannya dengan sifat-sifat lainnya, maka sifat ke-Penciptaan harus berkaitan dengan sifat adil. Memang benar bahwa Tuhan bersifat Pencipta, namun Ia juga bersifat adil. Dan kata adil harus kita pahami bahwa Allah tidak membebani terhadap manusia kecuali dengan sesuatu yang sesuai dengan kondisi manusia, mampu untuk melakukannya, dan juga mampu untuk tidak melakukannya.

Kemudian Allah membekali potensi, menunjuki jalan, menjadikan kemampuan pada diri manusia secara inheren, memberikan kebebasan dan ikhtiar kepadanya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, beriman atau tidak beriman. Misalnya, waktu memilih satu di antara sekian jalan, tidak diungkapkan bahwa aku telah menciptakan perbuatan tersebut, namun aku hanya mengarahkan potensi yang diciptakan Allah (dengan akal yang diciptakan-Nya) dan dengan ikhtiar yang diberikan Allah kepadaku.

Pada dasarnya kita tidak memiliki perbuatan, hanya saja kita hanya mengarahkan instrumen-instrumen yang bekerja, dan ketika kita hanya mengarahkan, maka perbuatan itu bukan dari kita, hanya saja pengarahan perbuatan itu dari kita. Demikianlah pula, misalnya orang yang merokok, meminum khamr, bir atau sabu-sabu, dia tidak menciptakan perbuatan ini dalam kecanduannya terhadap semua hal di atas, namun dia hanya mengarahkan instrumen-instrumen yang sedang berkerja untuk melakukan, mengarahkan potensi yang diciptakan Allah, dan dengan benda/khamr dan sebagainya yang diciptakan Allah.

Baca Juga: Makna Taklif Pembebanan dalam Teologi Islam

Dari sudut pandang inilah dia disebut sebagai seorang peminum khamr dan sebagainya. Karena itu, ketika Allah menghisabnya atau mengadilinya, Dia menghisab itu lantaran telah menyalurkan potensi yang melakukan kerja tersebut, dan menyalurkan pilihan kepada selain jalan yang telah digariskan dan dijelaskan Allah kepadanya, padahal ia berstatus sebagai orang yang mampu meninggalkan perbuatan tersebut.

Semua perintah dan larangan Allah berlaku dan dapat diqiyaskan kepada hal-hal tersebut di atas. Allah tidak memerintahkan manusia melalui lisan Rasul; lakukanlah kebaikan dan janganlah kamu lakukan kejahatan, kecuali Ia mencipta manusia dalam keadaan mampu untuk melakukan atau tidak melakukan. Ketika Allah berfirman: Salatlah setiap hari lima kali, tentu Ia telah menciptanya dalam keadaan mampu untuk melakukan atau tidak melakukan.

Apabila ia melaksanakan salat pada waktunya, maka ia berhak mendapat pahala, lantaran ia telah menyalurkan kemampuan berbuat kepada menaati perintah Allah. Dan apabila ia tidak melakukannya dan bermalas-malasan, maka ia menjadi orang yang berdosa lantaran telah menyalurkan kemampuan berbuat untuk melanggar dan tidak menaati perintah Allah.

Ketika Allah berfirman: Janganlah dekati zina, tentu Allah telah menciptanya dalam keadaan mampu untuk melakukan atau tidak melakukan. Apabila ia menjauhi zina dan menjaga dirinya dengan menikah atau menahan diri, maka ia berhak memperoleh pahala, lantaran ia telah menyalurkan kemampuan berbuat kepada menaati perintah Allah. Apabila ia meninggalkannya dan bermalas-malasan, maka ia menjadi orang yang berdosa lantaran telah menyalurkan kemampuan berbuat untuk melanggar perintah Allah.

Baca Juga: Manusia dan Kejadiannya dalam Teologi Islam

Karena itu, semua taklif syari’ah berada dalam jangkauan kemampuan manusia untuk melakukan atau tidak melakukan, dan hanya orang yang pembangkang serta sombong saja yang mengingkari hakikat ini.

Mungkin cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga: Aspirasi Menegakkan Identitas Agama dalam Teologi Islam. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat.

0 Response to "Jawaban yang Ditawarkan dalam Teologi Islam"

Posting Komentar

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel