-->

Kiprah Santri dalam Gerakan Sistematik Pembangunan Nasional di Era Global


 
Gambar : pikiran-rakyat.com
fikriamiruddin.com - Bulan Oktober merupakan bulan yang istimewa bagi Bangsa Indonesia, khususnya kaum muda dan santri. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan dibulan Oktober terdapat dua peristiwa penting, besar dan bersejarah yang menjadi tonggak peran perjuangan kaum muda dan santri dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Dua peristiwa besar nan penting tersebut adalah Hari Santri Nasional dan Hari Sumpah Pemuda, dimana dari kedua peristiwa besar nan penting tersebut aktor utamanya dipelopori oleh pelajar, santri, dan kaum muda.

Pada 28 Oktober 1928 ikrar Sumpah Pemuda dikumandangkan pada Kongres Pemuda II, yang mana sudah sejak 89 tahun silam kita peringati. Semangat satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa menjadikannya kalimat sakti yang dapat mempersatukan para pemuda dari seluruh Indonesia untuk bersama-sama melawan penjajahan dan penindasan sehingga menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Ditambah dengan dikumandangkannya Lagu Nasional Indonesia Raya untuk pertama kalinya sehingga mampu meleburkan ego, suku, ras, dan agama untuk menjadi satu menuju kebangkitan dan kejayaan Indonesia.
Sementara itu dibulan yang sama, tepatnya 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional yang baru menginjak tahun ketiga sejak pencanangan pertamanya tiga tahun lalu. Tanggal 22 Oktober sengaja dipilih, bertepatan dengan tanggal deklarasi maklumat Revolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU) oleh KH Hasyim ‘Asyari. Yang mana inilah resolusi yang sangat berpengaruh besar bagi tercapainya kemerdekaan bangsa, terutama karena para pemuda khususnya kalangan santri pada masanya sontak tersengat semangat nasionalismenya dan kemudian tanpa ragu bergegas ke medan jihad melawan penjajah Belanda.

Sejarah mencatat, peran pemuda dan santri sangatlah besar bagi tercapainya kemerdekaan. Persatuan dan kesatuan telah mengubah model perlawanan terhadap penjajahan. Jika sebelumnya perlawanan dilakukan dengan mengangkat senjata serta mempertaruhkan jiwanya. Para pemuda dan pelajar telah mengubahnya dengan cara diplomasi dan kooperatif. Merujuk pada dokumen institusi NU, setahun sebelum deklarasi Sumpah Pemuda, tepatnya tanggal 9 Oktober 1927, para kiai NU dalam forum tertinggi NU memutuskan menabuh genderang perang kebudayaan. Para kiai NU menyasar pada pelarangan budaya Belanda yang tersimbolkan dalam ornamen mode pakaian. Berikutnya diawal abad 20, para kiai dan santri mendirikan lembaga pendidikan dan pondok pesantren untuk membangun kekuatan mental/ruhiyah melawan penjajahan, seperti yang dilakukan oleh al Irsyad, PERSIS, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama. Organisasi-organisasi para santri ini didirikan, seperti NU misalnya, adalah wujud dan muara dari tiga gerakan aktivis pesantren, yaitu Gerakan Pencerahan (Tashwirulafkar), Gerakan Nasionalisme (Nadhlatul Wathan), dan Gerakan Kemandirian Ekonomi (Nadhlatuttujjar).

Setelah berpuluh-puluh tahun melewati era kemerdekaan, dewasa ini kita semua dihadaplah oleh era baru yang lebih modern dan global. Jika dahulu kala para pemuda dan santri berjuang melawan kolonialisme dan imperialisme, pemuda dan santri saat ini dihadapkan dengan liberalisme dan kemajuan teknologi. Sehingga musuh utama pemuda dan santri saat ini adalah kemiskinan dan kebodohan. Dan untuk membangun sebuah negara yang berdaya saing global diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dengan berbagai indikator seperti memiliki motivasi, karakter, jiwa, komitmen, serta intelektualitas yang tinggi. Khususnya dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat di era MEA saat ini.

Dua tahun lalu tepatnya pada Desember 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) resmi diberlakukan. Pada era ini, tidak hanya membuka arus perdagangan barang antar negara di Asia Tenggara, lebih dari itu MEA juga dikhawatirkan berpengaruh terhadap pasar tenaga kerja. Artinya persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin ketat. Oleh sebab itu pemuda dan santri harus siap-siap berkiprah dengan sungguh-sungguh serta memperbaiki kualitas diri menuju MEA. Era MEA ini merupakan kompetisi yang sangat keras. Bagaimana tidak, apabila nilai kompetisi kaum muda dan santri lemah, maka akibatnya pekerja dan profesional dari luar negeri yang akan menyerbu serta mengisi setiap posisi strategis diperekonomian negara kita.

Tidak hanya itu, apabila kemampuan berkompetisi pemuda dan santri lemah ditambah lagi dengan pemahaman nilai-nilai luhur bangsa dan nasionalisme lemah, maka tidak ada lagi yang bisa dipertahankan di negeri ini. Oleh sebab itu, di era global seperti yang kita hadapi sekarang ini, pemuda dan santri harus mulai bangkit dan berbenah diri membangun tatanan budaya, ekonomi, serta pendidikan agar muncul kembali semangat perjuangan yang telah diwariskan para pendahulu kita. Mereka rela mengorbankan jiwa, raga, serta harta untuk kemerdekaan bangsa tercintanya. Maka dari itu, kita juga harus rela mengorbankan waktu, tenaga, serta harta untuk kemaslahatan bangsa Indonesia tercinta.

Santri memiliki banyak sekali modal untuk terjun dan berkiprah dalam gerakan pembangunan nasional di era global. Salah satunya santri memiliki kelebihan dibanding dengan pelajar lulusan sekolah umum, khususnya pengetahuan dan kecerdasan dibidang spiritual dan akhlak. Hal tersebut tentu saja bisa menjadi alat kontrol sosial, mengingat maraknya kasus kejahatan dan kriminal yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Selain itu santri memiliki tiga makna kesucian yaitu suci dalam pikiran, hati, dan perilaku. Tiga makna kesucian tersebut dinilai dapat menjadi modal bangsa untuk maju, tetapi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama yang kuat. Berikutnya untuk memiliki daya saing yang kuat, para santri harus memenuhi tiga hal yakni karakter yang kuat, memiliki kompetensi, serta memiliki kreativitas. Maka pemerintah harus menyediakan ruang yang cukup bagi santri dalam rangka pembangunan Indonesia di era global.

Sehingga pesantren pun tidak cukup hanya menciptakan para santri memiliki kompetensi tinggi, lebih dari itu juga harus mampu menciptakan produk kreatif dan inovatif yang dapat dikontribusikan di bidang industri. Santri harus dibekali dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), agar dapat menjawab berbagai masalah di masyarakat seperti halnya pemberdayaan masyarakat, pengentasan kemiskinan, pembangunan karakter yang jujur, berakhlak mulia, motivasi tinggi, serta cerdas dan kreatif. Bahkan juga harus mampu berpartisipasi dalam pembangunan seperti pembangunan dibidang ekonomi, lingkungan hidup, keamanan serta kedaulatan negara dan budaya.

Oleh karena itu pesantren masih terus harus diselaraskan baik kualitas maupun kuantitas, ajaran yang sesuai dengan keadaan saat ini dan kebutuhan riil masyarakat perlu dikembangkan. Sehingga kiprah santri dalam rangka pembangunan nasional di era global semakin tampak nyata dan maksimal. Semoga dengan banyaknya modal tersebut para santri, pesantren serta pemerintah bisa bekerja bersama-sama dalam menghadapi pembangunan nasional di era global. Sehingga kedepannya Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa kembali menjadi bangsa yang disegani, ramah, bernilai budaya dan sosial yang tinggi, serta memiliki sikap yang sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang mengedepankan toleransi dan religiusitas. Semoga dengan adanya refleksi Hari Sumpah Pemuda dan Hari Santri Nasional ini bisa menambah semangat Patriotisme dan Nasionalisme kita semuanya. Amiin.

2 Responses to "Kiprah Santri dalam Gerakan Sistematik Pembangunan Nasional di Era Global"

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel